Gilang Fauzi, CNN Indonesia | Kamis, 12/11/2015 13:37 WIB
Ketua Pengadilan Rakyat
Internasional 1965, Saskia Wieringa, membeberkan penelitiannya soal
Gerwani di persidangan. (Dok. Flickr International People's Tribunal
Media)
Jakarta, CNN Indonesia --
Ketua International People's Tribunal (IPT)
1965 Saskia E. Wieringa yang menghabiskan waktu lebih dari 35 tahun
untuk melakukan riset dan mengungkap kebenaran di balik peristiwa 1965,
menyatakan fitnah selama periode itu berlangsung sistematis dan meluas,
salah satunya menimpa Gerwani.
Gerwani atau Gerakan Wanita Indonesia yang disebut memiliki kedekatan dengan Partai Komunis Indonesia selama ini diberi stigma sebagai organisasi bermasalah dan menjadi bagian dari kambing hitam peristiwa 1965.
Ikuti terus perkembangan soal pengadilan 1965 di Fokus: SIDANG RAKYAT TRAGEDI 1965 DIGELAR
Anggota Gerwani, kata Wieringa, difitnah sebagai penari telanjang yang dikenal dengan tarian bunga harum. Mereka diceritakan dari mulut ke mulut, dari ke generasi ke generasi, telah memperkosa jenderal-jenderal –menutup mata para jenderal itu dan kemudian memotong alat vitalnya.
“Itu semua bohong. Tarian (telanjang) itu tidak pernah ada dan kemaluan para jenderal masih tetap ada saat mereka dibunuh. Lagipula mereka dibunuh oleh tentara," kata Wieringa dalam pernyataan terbuka pada Pengadilan Rakyat 1965 yang digelar di Den Haag, Belanda, pada 10-13 November.
Menurut Wieringa yang juga profesor Universitas Amsterdam itu, fitnah
yang dilancarkan terhadap Gerwani merupakan bagian dari propaganda
sistematis untuk memutarbalikkan fakta di balik peristiwa 1965.
Propaganda itu, kata dia, tidak lain dilakukan oleh intelijen. Pertanyaannya, ujar Wieringa, mengapa intelijen yang notabene orang-orang cerdas itu melakukan fitnah yang begitu aneh?
Fitnah, kata Wieringa, merupakan cara paling efektif untuk diterapkan terhadap masyarakat Indonesia yang kala itu cenderung menganut pola pikir tradisional.
"Fitnah seksual menjadi hal terefektif untuk menghangatkan jiwa mereka," kata Wieringa.
Dengan penanaman stigma bahwa anggota PKI adalah orang yang biadab, kata
Wieringa, maka hal itu menjadi semacam justifikasi dan legitimasi untuk
membunuh semua anggota, kolega, keluarga, dan orang-orang yang diduga
terkait PKI, beserta organisasi-organisasi yang dekat dengan partai itu
seperti Gerwani, Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), dan Barisan Tani
Indonesia (BTI).
Wieringa mengatakan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia pada tahun 1960-an sangat membutuhkan perhatian dari pemerintah. Dalam konteks ini, organisasi masyarakat seperti Gerwani dan BTI terjun langsung untuk mencoba memenuhi kebutuhan rakyat.
Organisasi-organisasi masyarakat itu lantas mengajak kaum miskin, mulai dari ibu rumah tangga hingga pelacur yang terpaksa melacur karena kebutuhan ekonomi, untuk bergerak melakukan aktivitas usaha kerja masyarakat.
Namun kemudian, kata Wieringa, yang terjadi adalah mereka yang turut terlibat dalam kegiatan Gerwani dan BTI malah ikut dibunuh, diperkosa, dan dipenjarakan.
"Saya rasa ini sangat tidak adil. Kalau kita ingin menciptakan Indonesia yang betul-betul berlandaskan hukum, kita harus tahu apa yang terjadi pada 1965. Karena itulah IPT digelar," kata Wieringa.
Gerwani, terlepas dari kedekatannya dengan PKI, sesungguhnya merupakan
organisasi independen yang menaruh perhatian pada persoalan
nasionalisme, feminisme, dan sosialisme, termasuk hak-hak buruh.
Setelah Gerakan 30 September 1965 yang mengakibatkan tujuh perwira tinggi militer Indonesia tewas terbunuh, Gerwani dilarang dan anggota-anggotanya diburu. Gerwani, di era Soeharto, selanjutnya kerap disebut sebagai contoh organisasi pengganggu yang bertindak amoral.
Dalam IPT 1965, Indonesia duduk sebagai terdakwa. Negara dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan, penahanan, penghilangan paksa orang-orang, dan penganiayaan melalui propaganda.
Semua tindakan itu dituding merupakan bagian dari serangan meluas yang
ditujukan kepada PKI dan orang-orang sayap kiri yang diduga sebagai
simpatisan partai itu. (agk)
Gerwani atau Gerakan Wanita Indonesia yang disebut memiliki kedekatan dengan Partai Komunis Indonesia selama ini diberi stigma sebagai organisasi bermasalah dan menjadi bagian dari kambing hitam peristiwa 1965.
Ikuti terus perkembangan soal pengadilan 1965 di Fokus: SIDANG RAKYAT TRAGEDI 1965 DIGELAR
Anggota Gerwani, kata Wieringa, difitnah sebagai penari telanjang yang dikenal dengan tarian bunga harum. Mereka diceritakan dari mulut ke mulut, dari ke generasi ke generasi, telah memperkosa jenderal-jenderal –menutup mata para jenderal itu dan kemudian memotong alat vitalnya.
“Itu semua bohong. Tarian (telanjang) itu tidak pernah ada dan kemaluan para jenderal masih tetap ada saat mereka dibunuh. Lagipula mereka dibunuh oleh tentara," kata Wieringa dalam pernyataan terbuka pada Pengadilan Rakyat 1965 yang digelar di Den Haag, Belanda, pada 10-13 November.
Lihat juga:'Genjer-genjer' Bersuara Lantang di Negeri Orang |
Propaganda itu, kata dia, tidak lain dilakukan oleh intelijen. Pertanyaannya, ujar Wieringa, mengapa intelijen yang notabene orang-orang cerdas itu melakukan fitnah yang begitu aneh?
Fitnah, kata Wieringa, merupakan cara paling efektif untuk diterapkan terhadap masyarakat Indonesia yang kala itu cenderung menganut pola pikir tradisional.
"Fitnah seksual menjadi hal terefektif untuk menghangatkan jiwa mereka," kata Wieringa.
Wieringa mengatakan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia pada tahun 1960-an sangat membutuhkan perhatian dari pemerintah. Dalam konteks ini, organisasi masyarakat seperti Gerwani dan BTI terjun langsung untuk mencoba memenuhi kebutuhan rakyat.
Organisasi-organisasi masyarakat itu lantas mengajak kaum miskin, mulai dari ibu rumah tangga hingga pelacur yang terpaksa melacur karena kebutuhan ekonomi, untuk bergerak melakukan aktivitas usaha kerja masyarakat.
Namun kemudian, kata Wieringa, yang terjadi adalah mereka yang turut terlibat dalam kegiatan Gerwani dan BTI malah ikut dibunuh, diperkosa, dan dipenjarakan.
"Saya rasa ini sangat tidak adil. Kalau kita ingin menciptakan Indonesia yang betul-betul berlandaskan hukum, kita harus tahu apa yang terjadi pada 1965. Karena itulah IPT digelar," kata Wieringa.
|
Setelah Gerakan 30 September 1965 yang mengakibatkan tujuh perwira tinggi militer Indonesia tewas terbunuh, Gerwani dilarang dan anggota-anggotanya diburu. Gerwani, di era Soeharto, selanjutnya kerap disebut sebagai contoh organisasi pengganggu yang bertindak amoral.
Dalam IPT 1965, Indonesia duduk sebagai terdakwa. Negara dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan, penahanan, penghilangan paksa orang-orang, dan penganiayaan melalui propaganda.
|
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151112133757-20-91215/wieringa-semua-soal-gerwani-bohong-tak-ada-tarian-telanjang/
0 komentar:
Posting Komentar