Test Footer 2

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 20 Desember 2017

Oligarki media dan bagaimana dia menentukan arah pemberitaan

Desember 20, 2017 5.51pm WIB

Wisnu Prasetya Utomo
Researcher, Remotivi
Ketidakpercayaan pada media arus utama membuat sebagian orang menoleh pada media sosial yang kerap memuat hoaks. Shutterstock
Hampir dua dekade pascareformasi, demokratisasi media yang dicita-citakan setelah rezim otoriter Orde Baru tumbang tidak berada dalam kondisi yang ideal. Oligarki media justru semakin menguat, konsentrasi kepemilikan semakin memusat.
Ini gejala yang sebenarnya bukan khas Indonesia. Kita bisa menengok ke berbagai negara di dunia. Perjumpaan perkembangan teknologi komunikasi yang membuka berbagai kanal informasi dan oligarki media ternyata punya efek kejut sendiri: menurunnya kepercayaan publik terhadap media arus utama. Karena media semakin partisan dan dianggap elitis, publik menemukan ruang alternatif untuk mengakses informasi.
Di Indonesia, gelombang ketidakpercayaan ini mewujud misalnya ketika dalam aksi-aksi demonstrasi Bela Islam di akhir 2016 sampai awal 2017. Saat itu demonstran menolak beberapa media yang ingin meliput. Mereka bahkan menggunakan kekerasan untuk menolak wartawan.
Menurunnya kepercayaan terhadap media arus utama tidak diimbangi dengan keberadaan media alternatif yang kredibel. Maka, sebagian besar jatuh pada informasi hoaks.
Hoaks dan berita palsu memang mudah menyebar karena banyak orang saat ini tidak mencari informasi untuk mencari fakta yang sebenarnya, melainkan hanya untuk mengafirmasi apa yang diyakininya. Terbongkarnya kelompok Saracen yang memproduksi berita-berita palsu menunjukkan ada pihak yang sudah siap memanfaatkan kondisi tersebut.
Di sisi lain, selain membuka kanal-kanal informasi alternatif, internet dan media sosial ikut memberdayakan kaum oligarki media. Tandanya: para pemilik media semakin agresif menggabungkan lini usaha medianya dengan membeli media kompetitor, mengintegrasikan dengan usaha lain, termasuk berinvestasi dalam media digital dan infrastruktur komunikasi.
Selain itu, para pemilik media semakin jauh masuk ke gelanggang politik termasuk membentuk partai dan menempatkan kadernya pada jabatan pemerintahan. Lantas sebagaimana terjadi dalam dunia politik, perusahaan media semakin menyerupai dinasti: pelan-pelan diwariskan kepada anggota keluarganya.

Memahami oligarki media

Susah untuk memahami Indonesia kontemporer tanpa memahami bagaimana oligarki media bekerja. Pangkalnya, ia juga berefek pada pemberitaan media-media yang setiap hari dikonsumsi publik. Berita-berita semakin bias dan partisan dengan cara yang sedemikian dangkal. Contoh yang paling tampak bisa dilihat dalam pemberitaan pemilu 2014. Media yang terbelah menjadi cermin dari polarisasi masyarakat.
Terbit pada 2012, sebuah penelitian oleh Merlyna Lim mencatat ada 13 kelompok yang menguasai kepemilikan media di Indonesia. Sebuah riset yang laporannya terbit 2013 oleh Yanuar Nugroho dan tim menemukan bahwa hampir semua perusahaan media di Indonesia dikuasai 12 kelompok besar.
Angkanya semakin mengecil menjadi delapan di buku Ross Tapsell yang terbit tahun 2017. Tapsell mengatakan mereka adalah kelompok yang dibesarkan oleh sistem politik yang masih dikuasai oligarki Orde Baru dan hukum di Indonesia yang tidak ketat dalam membatasi kepemilikan media.
Perbedaan jumlah kelompok media dalam beberapa studi tersebut terjadi karena perbedaan metode yang digunakan. Sebagai contoh, studi Ross Tapsell hanya melihat media-media yang fokus pada berita dan pengaruhnya terhadap politik sehingga tidak memasukkan konglomerasi Grup Femina dan Grup Mugi Rekso Abadi yang masuk dalam studi Nugroho dan Lim.
Kaum oligarki media ini adalah para pemilik media yang memulai karier kepemilikan medianya dari televisi maupun media cetak. Ketika era digital tiba, mereka mulai mengintegrasikan medianya ke dalam berbagai platform. Salah satunya terlihat ketika beberapa media mulai membuka ruang khusus bagi jurnalisme warga, misalnya saja seperti Kompas dengan Kompasiana, Tempo dengan Indonesiana, Liputan 6 dengan Citizen Journalism, dan seterusnya.
Pada satu sisi, kanal jurnalisme warga itu wajar saja sebagai upaya untuk memberikan tempat bagi opini publik. Namun kalau dicermati lebih jauh, semakin ke sini, kanal-kanal jurnalisme warga tersebut juga mulai memunculkan opinion leader yang mendominasi sehingga mengurangi keberagaman pandangan.
Bahkan pernah ada kejadian di mana tulisan-tulisan yang sudah tayang di Kompasiana dan memicu debat publik kemudian dihapus oleh adminnya. Pada akhirnya berbagai platform tersebut, sebagaimana di kanal arus utamanya, tetap menjadi cerminan persaingan kaum oligarki media. Alih-alih mencerminkan kepentingan publik, keberagaman pemberitaan di media adalah wajah dari berbagai kepentingan aktor oligarki tersebut.
Pengalaman dari banyak negara menunjukkan ketika oligarki media menguat para pemilik media masuk ke gelanggang politik dengan menggunakan medianya sebagai arsenal utama. Apalagi jika mereka memiliki stasiun televisi.
Di Indonesia, tingkat penetrasi penonton televisi mencapai angka lebih dari 90% dari total populasi. Ketika pemilik media masuk ke gelanggang politik tidak melulu dalam kerangka politik elektoral. Ada kepentingan bisnis juga di sana. Masuk ke gelanggang politik memungkinkan pemilik media selangkah lebih maju dalam mempengaruhi regulasi agar menguntungkan bisnis media. Sulitnya merevisi Undang-Undang Penyiaran (yang sudah diajukan sejak 2009) menjadi salah satu contoh paling gamblang dari hal tersebut.
Hubungan antara politik, media, dan bisnis bisa dilihat dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta. Dalam kasus yang ramai dua tahun belakangan, dua stasiun televisi berita Metro TV dan TV One berada dalam posisi yang saling berhadap-hadapan, bukan karena ideologi tapi lebih karena kepentingan politik pemilik yang berada pada posisi politik yang berseberangan. Ini lazim terjadi, dari perkara pemilu, lumpur Lapindo, penggusuran di Jakarta, dan sebagainya.

Yang panas hari ini: reklamasi dan Meikarta

Dalam kasus reklamasi, Metro TV dan Media Indonesia yang dimiliki Surya Paloh—pendukung pemerintah—mendukung reklamasi. Grup media tersebut memberikan ruang khusus bagi Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan menjelaskan tentang pentingnya reklamasi dilakukan.
Metro TV dan Media Indonesia juga beberapa kali mengeluarkan editorial mendukung reklamasi. Salah satu bunyi editorial tersebut, “tidak ada satu pun dalih dan pembenaran untuk tidak menyegerakan kelanjutan reklamasi Teluk Jakarta”. Ketika pemerintah pusat menghentikan sementara proyek tersebut, mereka menulis “ketidakpastian akan merugikan investor” dan bahwa “reklamasi untuk semua”.
Sementara TV One yang dimiliki Aburizal Bakrie kritis terhadap reklamasi. Ketika Basuki Tjahaja Purnama menjadi gubernur, TV One bersikap oposan terhadap pemerintah DKI Jakarta terkait reklamasi. Begitu Anies Baswedan—yang didukung TV One—terpilih sebagai gubernur, mereka mendukung sikap pemerintah daerah untuk menghentikan reklamasi.
Contoh lain bisa kita lihat dalam iklan dan pemberitaan Meikarta yang di bulan Agustus-Oktober muncul setiap hari di media seperti harian Kompas dan Koran Tempo. Meikarta dimiliki Lippo Group yang juga memiliki perusahaan media yang menerbitkan, antara lain, Suara Pembaruan, Investor Daily, dan Jakarta Globe.
Roy Thaniago menghitung secara kasar bahwa Kompas dan Koran Tempo masing-masing berpotensi mendapatkan pemasukan sebesar Rp170,2 milyar dan Rp69 milyar.
Ketika saya meminta konfirmasi mengenai jumlah yang didapatkan dari iklan Meikarta, pemimpin redaksi harian Kompas Budiman Tanuredjo menjawab tidak tahu urusan iklan dan meminta saya menghubungi bagian periklanan. Begitu juga dengan Arif Zulkifli, pejabat teras di redaksi grup Tempo. Pesan yang saya kirimkan ke bagian iklan kedua media tidak berbalas sampai artikel ini ditulis. Satu fakta kecil yang menarik, wakil pemimpin umum Kompas Rikard Bagun hadir dalam peresmian tower Meikarta.
Secara keseluruhan sepanjang tahun 2017 Meikarta menghabiskan Rp1,2 triliun untuk iklan di televisi dan media cetak.
Ada yang ironis di sini. Besarnya angka iklan adalah kabar baik bagi media cetak di Indonesia. Apalagi di era ketika senjakala media cetak muncul di Indonesia. Satu-satu surat kabar bertumbangan.
Namun, studi analisis konten sederhana yang dilakukan Remotivi menemukan bahwa efek iklan yang demikian besar telah mempengaruhi pemberitaan media soal Meikarta. Dari analisis isi, kami kesulitan menemukan berita-berita yang kritis tentang Meikarta. Yang banyak justru tulisan-tulisan advertorial. Dari hitungan saya, sejak Oktober setidaknya rata-rata per hari tiga artikel advertorial Meikarta muncul di kompas.com.
Contoh di atas hanya gambaran sekilas bagaimana oligarki media menentukan pemberitaan. Yang kita butuhkan adalah upaya dari atas dan dari bawah untuk lepas dari jebakan oligarki media yang diberdayakan internet dan media sosial.
Literasi media adalah ikhtiar yang bisa didorong agar era keterbukaan tidak menjerumuskan publik ke dalam belantara hoaks. Literasi media tidak sekadar bisa memilah mana fakta mana fiksi, lebih dari itu ia membantu kita memahami apa-apa yang tersembunyi di balik berita.
Sumber: TheConversation 

Selasa, 19 Desember 2017

Monica Study: Penelitian Ambisius WHO yang Gagal Menemukan Hubungan Antara Serangan Jantung dan Kebiasaan Merokok

December 19, 2017


“Merokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi Dan Gangguan Kehamilan Dan Janin.”
Peringatan yang tertempel di bungkus rokok tersebut pasti melekat di dalam ingatan sebagian besar orang Indonesia dan terus diduplikasi sebagai bagian dari perang terhadap produk tembakau. Meskipun peringatan yang termuhtahir yang mulai diterapkan pada pertengahan 2012 secara lebih ekstrim lagi menyatakan bahwa “Merokok Membunuhmu”.
rokok
Sejak perang terhadap nikotin bergulir pada dekade 1960-an, sejumlah pernyataan mengaitkan rokok sebagai penyebab berbagai penyakit yang mematikan. American Cancer Society misalnya, mengeluarkan pernyataan bahwa penggunaan tembakau menyumbang setidaknya 30% dari semua kasus kematian akibat kanker.
Berbagai penelitian lain kemudian dilakukan setelahnya demi menguatkan argumentasi bahwa rokok menjadi penyebab timbulnya penyakit, termasuk di antaranya serangan jantung.
orang merokok
Penelitian ambisius untuk mengungkap hal ini adalah Studi Monica. Tak tanggung-tanggung kajian ini dilakukan di 21 negara dengan memakan waktu 10 tahun dan menjadi penelitian cardiologi paling besar dan memakan biaya besar.
Sayangnya, hasil penilitian ini sia-sia. Seperti diungkap oleh Aisling Irwing dalam artikelnya “Study casts doubt on heart ‘risk factors’” secara gamblang menyatakan studi cardiologi paling besar yang pernah dilakukan ini telah gagal menemukan hubungan antara serangan jantung dengan faktor-faktor klasik, seperti merokok dan tingkat kolestrol yang tinggi.
Meski hasil Studi Monica yang didanai WHO telah gagal menemukan kaitan antara penyakit jantung dengan faktor risiko fisik, tetapi WHO sepertinya enggan mengakui kebenaran ini. Sehingga penelitian ini tidak dipublikasikan secara luas. WHO sendiri bersikukuh menyatakan bahwa faktor-faktor fisik risiko klasik merupakan kontribusi utama bagi risiko individual.
rokok
Beberapa peneliti yang kritis terhadap argumentasi WHO seperi Lauren A, Colby, Robert A. Levy, Rosalind B. Marimont, dan Judith Hatton tetap berkeyakinan bahwa propaganda yang dilakukan untuk memerangi rokok adalah tidak benar dan semata-mata berdasarkan pada penelitian yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Salah satu contoh yang bertentangan dengan argumentasi propaganda anti tembakau ialah negara Jepang, Yunani, dan Siprus. Negara-negara yang dikenal mempunyai banyak perokok ini memiliki tingkat penyakit kanker paru-paru yang tergolong rendah dan harapan hidup yang jauh lebih lama. Fakta-fakta ini bertentangan dengan kampanye anti tembakau.
Sumber Bacaan: Nicotine War: Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat, INSISTPress 2010.
Gambar ilustrasi: Eko Susanto | Sumber: GambarRokok 

Sabtu, 16 Desember 2017


Psychedelics Club | 16 Desember 2017  


Apakah Anda tahu jika ganja bisa melawan infeksi bakteri dan membantu menurunkan kolesterol Anda?
Sebenarnya, itu hanya beberapa dari banyak manfaat kesehatan dari ganja.

Berikut adalah 25 alasan untuk menggabungkan tanaman yang hebat ini ke dalam gaya hidup Anda.

1. Ganja Adalah Makanan Super
Ganja mentah penuh dengan nutrisi.
Satu porsi ganja akan memasok tubuh Anda dengan asam amino esensial, vitamin, nutrisi, dan antioksidan.
Ganja juga mengandung rasio ideal asam lemak omega-3 dan omega-6, yang keduanya penting untuk fungsi otak dan saraf.
Mungkin yang lebih mengherankan lagi, ganja juga merupakan sumber protein yang sangat baik. Ini karena ganja mengandung kesembilan asam amino esensial, ini menjadikannya protein lengkap.

2. Ganja Bisa Membunuh Sel Kanker
Tahukah Anda bahwa bahkan pemerintah AS telah mengakui jika ganja dapat membunuh sel kanker?
Ada lebih dari 100 penelitian yang menunjukkan kemampuan ganja melawan kanker.
Meskipun banyak dari penelitian ini terbatas pada subjek hewan, namun hasilnya tetap diumumkan, terutama bila kita mempertimbangkan testimonial pasien.

3. Ganja Bisa Meningkatkan Kenikmatan Seksual
Ganja adalah afrodisiak alami.
Periset dari Republik Ceko dan Italia menerbitkan sebuah ulasan di Science Direct yang mengungkapkan bahwa setengah dari partisipan mengalami efek afrodisiak dari ganja sebelum berhubungan seks.
Yang mengejutkan, 70% pengguna melaporkan bahwa mereka juga mengalami peningkatan kenikmatan seksual.
Studi ini adalah satu-satunya contoh. Studi lain pada tahun 1983 menunjukkan bahwa pria dan wanita mengalami peningkatan hasrat seksual dan kepuasan setelah mengkonsumsi ganja.

4. Ganja Bisa Meningkatkan Kreativitas
Berpikir berlebihan, koreksi diri, pencerahan - kita akan mengambil sebagian dari itu.
Tidak mengherankan jika banyak seniman legendaris seusia kita seperti Jerry Garcia, Louis Armstrong, Jimi Hendrix, Madonna, dan Bob Marley semuanya kebetulan penikmat ganja.
Ganja memiliki beberapa manfaat kognitif yang bisa Anda pelajari bagaimana memanfaatkannya dengan memahami cara menggunakan tanaman ini dengan benar.
Tapi hati-hati ... terlalu banyak THC bisa benar-benar menghalangi pemikiran Anda yang berbeda (yaitu kemampuan Anda untuk menghubungkan pikiran yang tampaknya tidak terkait).

5. Ganja Adalah Pereda Rasa Sakit Alami
Sebelum Bayer aspirin, ada ganja.
Ganja memiliki sejarah panjang dan terdokumentasi untuk menghilangkan rasa sakit .
Pada tahun 2016, sebuah studi dari University of Michigan menemukan bahwa ganja mengurangi efek samping obat-obatan, meningkatkan kualitas hidup pasien, dan menurunkan penggunaan opioid sebesar 64% .
Studi terbaru lainnya juga menggemakan efek ini.
Peneliti dari University of California Berkeley dan Kent State University peserta survei menanyakan tentang rasa sakit mereka bersamaan dengan penggunaan opioid dan ganja mereka.
Temuan tersebut mengungkapkan bahwa pasien sangat menyukai ganja.
Faktanya, 81% peserta melaporkan bahwa ganja lebih efektif untuk mengobati kondisi mereka daripada opioid.

6. Ganja Bisa Menurunkan Risiko Diabetes
Mungkinkah ganja berperan dalam hal perkembangan diabetes?
Sains nampaknya mengindikasikan iya.
Sebuah studi yang diterbitkan di The American Journal of Medicine mengungkapkan bahwa orang-orang yang mengonsumsi ganja memiliki tingkat insulin yang lebih rendah sebesar 16-17%.
Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa ganja dapat memainkan peran kunci dalam permulaan dan perkembangan diabetes.

7. Ganja Bisa Mempromosikan Kesehatan Jantung
Penelitian menunjukkan ganja memiliki dampak positif pada kesehatan jantung.
Sebuah studi tahun 2014 menemukan bahwa ganja menyebabkan pembuluh darah menjadi rileks dan melebar.
Akibatnya, sirkulasi darah membaik dan tekanan darah menurun.
Ini adalah berita menarik bagi pasien yang sedang berjuang mengatasi kondisi seperti glaukoma, penyakit ginjal, atau kelainan tiroid yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.

8. Ganja Bisa Meningkatkan Metabolisme Anda
Selama bertahun-tahun penggunaan ganja dikaitkan dengan penambahan berat badan dan penurunan motivasi.Namun, penelitian terbaru menunjukkan efek sebaliknya.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam The American Journal of Epidemiology mengungkapkan pengguna ganja kurang rentan terhadap obesitas.
Sebenarnya, penelitian lain dari American Journal of Medicine menemukan bahwa rata-rata pengguna ganja lebih ramping daripada non-pengguna.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh fakta bahwa ganja terbukti membantu mempercepat metabolisme kita, meningkatkan jumlah kalori yang dibakar untuk mempertahankan fungsi tubuh dasar seperti sirkulasi darah, pengaturan panas tubuh, dan pernapasan.
Dengan kata lain, ganja membantu tubuh kita menjadi lebih efisien dalam menyerap dan mencerna nutrisi sambil mengatur kadar gula darah.

9. Ganja Adalah Neuroprotektan
Tahukah Anda bahwa ganja menyembuhkan kerusakan neurologis?Hal ini karena ganja menampilkan kualitas neuroprotektif, yang pada gilirannya membatasi dampak neurologis negatif yang dapat terjadi setelah stroke atau gegar otak.

10. Ganja Bisa Memperbaiki Kesehatan Paru-paru
Ganja sebenarnya bisa meningkatkan fungsi paru.
Pikirkan ganja sama berbahayanya dengan rokok?
Pikirkan lagi. Sebuah studi pada tahun 2012 yang menemukan bahwa ganja memperbaiki daripada merusak fungsi paru-paru.
Mengejutkan, penelitian yang sama ini mengungkapkan pengguna ganja juga mengalami peningkatan kapasitas paru-paru.
Para peneliti menguji sekelompok 5115 orang dewasa selama periode 20 tahun.
Pada akhir penelitian, temuan menunjukkan bahwa hanya pengguna ganja yang menunjukkan peningkatan fungsi paru-paru sementara perokok tembakau mengalami penurunan.

11. Ganja Bisa Mengurangi Iritasi Kulit
Manfaat ganja lebih dari kulit dalam, namun menerapkan ganja secara topikal dapat memberikan kelegaan pada sejumlah kondisi kulit termasuk psoriasis, eksim, dan bahkan gigitan serangga.
Mengapa ganja efektif?
Ganja memberikan penghilang nyeri lokal sementara juga menunjukkan kualitas antibakteri yang manjur.
Selain itu, ganja juga menghambat pembentukan sel kulit mati - penyebab langsung psoriasis.

12. Ganja Bisa Menyembuhkan Tulang Patah
Ganja kaya-CBD dapat membantu menyembuhkan tulang yang patah tersebut dengan cepat.
Tahukah Anda bahwa cannabis memperbaiki tulang yang patah lebih cepat?
Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2015 menemukan bahwa senyawa pada ganja, CBD (cannabidiol) sangat efektif untuk memperbaiki tulang.
Penelitian membandingkan efek dari kombinasi CBD murni versus campuran CBD dan THC.
Para peneliti menyimpulkan bahwa konsentrasi CBD tunggal adalah pilihan yang paling efektif.
Faktanya, CBD tidak hanya membantu menyembuhkan tulang lebih cepat tapi membuat tulang lebih kuat dan cenderung tidak mufah pecah lagi.

13. Ganja Bisa Memerangi Insomnia
Ganja adalah bantuan tidur yang ampuh .
Ini juga karena ganja berinteraksi dengan sistem endocannabinoid.
Sistem endocannabinoid, atau ECS, bertanggung jawab untuk fungsi vital seperti nafsu makan, kekebalan tubuh, nyeri, dan stres.
Penelitian menunjukkan bahwa cannabinoids dalam ganja mempromosikan tidur, membantu Anda tertidur lebih cepat dan lebih lama.

14. Ganja Adalah Antioksidan
Bila Anda memikirkan antioksidan, apa yang terlintas dalam pikiran?
Mungkin cranberry, blueberry, pecans, atau dark chocolate.
Namun, penelitian menunjukkan ganja juga merupakan antioksidan yang manjur.
Salah satu studi paling awal untuk meneliti sifat antioksidan ganja diterbitkan pada tahun 1998.
Penelitian membandingkan efek dari cannabinoids dengan antioksidan Vitamin C dan Vitamin E dalam kaitannya dengan paparan glutamat - sebuah neurotransmitter yang terkait dengan perkembangan gangguan neurogenerative.
Para peneliti menemukan bahwa cannabinoids melindungi neuron dari kerusakan.
Yang mengherankan, Cannabinoid cannabidiol, CBD, terbukti 30-50% lebih efektif daripada Vitamin E atau Vitamin C.

15. Ganja Bisa Menghambat Perkembangan Alzheimer
Ganja juga dapat membantu demensia dan stroke.
Penyakit Alzheimer berdampak kepada lebih dari 46 juta orang di seluruh dunia .Sayangnya, angka-angka ini terus meningkat.
Sementara itu, ganja terbukti memiliki implikasi perubahan hidup dalam pengobatan Alzheimer.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Alzheimer's Disease mengungkapkan THC bisa menjadi pilihan pengobatan yang efektif karena khasiat neuroprotective dan antioksidan ganja.
Dan manfaatnya tidak berakhir di situ.
Selain menjadi pengobatan yang efektif untuk Penyakit Alzheimer, penelitian juga menunjukkan ganja juga dapat mencegah timbulnya penyakit Alzheimer.

16. Ganja Bisa Untuk Mengobati Artritis
Apakah Anda menderita radang sendi?THC dan CBD, dua cannabinoids aktif dalam ganja, terbukti sangat efektif dalam mengobati artritis.
Sebuah penelitian di tahun 2011 menemukan bahwa ganja mengurangi rasa sakit akibat artritis.
Ini karena ganja mengurangi rasa sakit dan pembengkakan - dua gejala artritis yang paling umum.
Jadi tidak hanya ganja bisa mengurangi ketidaknyamanan artritis tapi juga menargetkan akar penyebab kondisinya, peradangan.

17. Ganja Bisa Menghentikan Pertumbuhan Tumor
Tahukah Anda bahwa ganja menghentikan pertumbuhan tumor ?Faktanya, penelitian ini kembali ke pertengahan tahun 70an.
Pada tahun 1974, para periset di Medical College of Virginia menemukan bahwa THC menurunkan pertumbuhan tiga jenis kanker pada tikus - leukemia, paru-paru, dan kanker payudara.
Penelitian modern menggemakan efek yang ditemukan pada tahun 1974. Sebuah studi pada tahun 2014 mengungkapkan THC dan CBD menghancurkan sel glioma, sejenis tumor yang berkembang di otak dan sumsum tulang belakang.

18. Ganja Bisa Meredakan Kecemasan
Diperkirakan satu dari tiga belas orang diseluruh dunia menderita kegelisahan.
Gangguan kecemasan adalah jenis masalah kesehatan mental yang paling umum.
Namun, penelitian menunjukkan ganja bisa membantu.
Sebuah studi pada tahun 2011 yang diterbitkan oleh para periset di Universitas Sao Paulo di Brazil menemukan bahwa dosis CBD efektif dalam mengurangi kecemasan sosial.
Para peneliti menyimpulkan bahwa CBD dapat menurunkan kecemasan subjektif sekaligus pada bagian otak yang terkait dengan perkembangan kecemasan.

19. Ganja Adalah Antibakteri
Apakah ganja memiliki sifat antibakteri?
Penelitian mengatakan ya.
Para ilmuwan di Inggris dan Italia menemukan bahwa ganja dapat menghentikan MRSA - salah satu infeksi bakteri yang paling kuat dan sulit untuk diobati.
Mengapa MRSA begitu berbahaya?
MRSA resisten terhadap banyak antibiotik yang paling sering diresepkan.
Para peneliti dalam penelitian ini menguji lima cannabinoids biasa melawan enam strain MRSA yang berbeda.
Yang mengherankan, para periset menemukan bahwa setiap cannabinoid tunggal adalah bakteri yang manjur, termasuk strain EMRSA, yang merupakan jenis MRSA paling mematikan yang menginfeksi rumah sakit.

20. Ganja Bisa Merangsang Pertumbuhan Sel Otak Baru
Penelitian modern menunjukkan bahwa ganja mempromosikan pertumbuhan sel otak baru .
Mengapa hal ini terjadi?
Periset percaya hal itu berkaitan dengan sesuatu yang dikenal sebagai neurogenesis - perkembangan jaringan saraf.
Tidak seperti obat lain, ganja mempromosikan daripada menghambat pertumbuhan sel.
Faktanya, Reuters baru-baru ini melaporkan studi yang menunjukkan bahwa orang dengan THC didalam tubuh mereka 80% lebih mungkin untuk tidak mengalami trauma kepala.

21. Ganja Bisa Menghilangkan Sakit Kepala
Apakah Anda menderita sakit kepala atau migrain? Ganja bisa membantu.
Sebuah studi dari University of Colorado meneliti efek ganja yang terhirup dan tertelan untuk penderita migrain.
Penelitian ini melibatkan 121 peserta.
Rata-rata peserta mengalami penurunan jumlah sakit kepala secara substansial.
Selain itu, 40% partisipan melaporkan efek positif sementara 19,8% menemukan bahwa ganja sebenarnya mencegah perkembangan sakit kepala sejak awal.

22. Ganja Bisa Mengurangi Rasa Mual
Ganja telah digunakan untuk mengobati mual selama ribuan tahun.
Bukti menunjukkan bahwa ganja bisa membantu menenangkan perut sekaligus mengurangi ketidak nyamanan yang berhubungan dengan mual.

23. Ganja Bisa Meringankan Penyakit Radang Usus
Apakah Anda mengatasi penyakit Crohn atau penyakit usus inflamasi lainnya seperti kolitis ulserativa?
Sebuah studi dari University of Nottingham menunjukkan THC dan CBD berinteraksi dengan sel yang berperan penting dalam kekebalan dan fungsi usus.
Faktanya, temuan menunjukkan bahwa cannabinoids yang diproduksi oleh tubuh (endocannabinoids) meningkatkan permeabilitas usus.
Mengapa ini penting?
Bila permeabilitas usus meningkat, lebih banyak bakteri yang bisa masuk.
Namun, cannabinoids dalam ganja memblokir endocannabinoids ini yang diproduksi oleh tubuh.
Akibatnya, cannabinoids meningkatkan kekebalan usus, sehingga lebih sedikit bakteri masuk, menyebabkan usus lebih sehat.

24. Ganja Adalah Antimikotik Alami
Apakah Anda tahu kanabis memiliki khasiat antijamur ?
Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa satu cannabinoid tertentu, CBC(Cannabichromene) sangat efektif dalam melawan jamur.
Sekarang diyakini bahwa KBK sebenarnya bisa lebih efektif dalam mengurangi respons inflamasi yang terkait dengan infeksi jamur daripada THC atau CBD.
Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1981 mengungkapkan bahwa CBC menunjukkan efek antijamur yang kuat terhadap lima jenis bakteri yang berbeda termasuk Staphylococcus aureus bersama dengan E. coli.

25. Ganja Bisa Mempromosikan Homeostasis
Ganja adalah obat yang ampuh. Hal ini terutama disebabkan oleh sistem endocannabinoid , atau ECS.
Hadir dalam semua bentuk kehidupan dengan vertebra, ECS mengatur hampir setiap fungsi vital dalam tubuh manusia.
ECS terdiri dari reseptor cannabinoid.
Reseptor ini mengikat kedua endocannabinoids (cannabinoids yang diproduksi oleh tubuh) dan cannabinoids eksternal seperti THC dan CBD.
Peran utama ECS adalah mempertahankan homeostasis.
Mengapa ini penting?
Kurangnya homeostasis dikaitkan dengan perkembangan penyakit dalam tubuh.
Dengan kata lain, ganja membantu tubuh kita tetap berjalan pada tingkat optimal dengan mempertahankan homeostasis
___

Terima kasih kepada GANJA MEDIS INDONESIA yang telah membantu membagikan post ini
___

PERINGATAN !!! 
Informasi dihalaman ini hanya untuk tujuan pengetahuan.
Halaman ini tidak bertujuan untuk mempromosikan atau menganjurkan anda menggunakan obat-obatan terlarang, namun demikian, kami percaya jika semua orang berhak untuk mengetahui informasi dihalaman ini dan kami percaya, bahwa akses terhadap informasi yang akurat dan jelas sangat penting untuk mengurangi bahaya terkait obat-obatan terlarang.
___

Artikel ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh oleh Google, Anda bisa membaca artikel aslinya disini LearnGreenFlower.com

Kamis, 07 Desember 2017

Laksda (Purn) Soleman B. Ponto: "Bubarkan Mabes TNI Karena Bertabrakan dengan UUD"

Reporter: Arbi Sumandoyo | 07 Desember, 2017

Laksda (Purn) Soleman B. Ponto

"Bubarkan Mabes TNI Karena Bertabrakan dengan UUD"


Selain problem alutsista, TNI masih menghadapi problem menuntaskan agenda reformasi. Keberadaan Mabes TNI dinilai menjadi problem.
Selama menjabat sebagai Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo banyak menjalin kontrak kerja sama dengan kementerian termasuk lembaga pemerintah. Kontrak kerja sama ini rentan dianggap melanggar Undang-Undang. Sepanjang Gatot menjabat, ada 37 kontrak dengan kementerian yang kemudian merambah banyak domain sipil.

Inilah yang membuat Soleman B. Ponto, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI, menilai reformasi TNI dalam mendorong supremasi sipil menjadi gagal. 
“Kenapa gagal? Buktinya itu tadi, ada [banyak sekali] MoU (memorandum of understanding) dengan sipil,” ujar Ponto melalui sambungan telepon, Senin 27 November lalu. 
Berbincang selama 35 menit, Soleman mengutarakan pandangannya terkait rencana pergantian panglima termasuk juga reformasi di Institusi TNI. Ia menekankan, sudah seharusnya pola pergantian panglima diubah agar reformasi TNI kembali berjalan dengan baik dan lebih profesional. 

Ia juga menyoroti potensi gejolak di internal militer terkait persaingan antarangkatan memperebutkan posisi Panglima TNI. Persaingan antarangkatan ini, menurut Soleman, tidak sehat bagi penguatan internal TNI.
"Rivalitas di internal boleh, karena [jadi] kelihatan kapabilitas di dalam. Tetapi kemudian menjadi susah jika [rivalitas] sudah di luar begini," kata Soleman yang terakhir berpangkat Laksamana Muda. "Jadi seperti di Amerika, panglima itu hanya ad hoc bukan menjadi badan seperti sekarang."   
Berikut petikan wawancara Soleman B. Ponto dan reporter senior Tirto, Arbi Sumandoyo.

Bagaimana Anda melihat pergantian panglima dengan strategi pertahanan sesuai Nawacita Jokowi yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia?

Kalau kita berbicara poros maritim, pengamanan maritim, maka Angkatan Laut yang digunakan, dibantu oleh Angkatan Udara untuk pelayaran-pelayaran. Kalau melihat Nawacita, maka Angkatan Laut lebih relevan. Tapi jangan lupa, berbicara keadilan di struktur TNI, maka harus Angkatan Udara. Tapi kalau berbicara fungsional, ada Angkatan Laut.

Jika dilihat dari segi Undang-Undang bagaimana?

Tapi kalau ditinjau dari segi hukum, bubarkan itu Mabes TNI karena bertabrakan dengan Undang-Undang Dasar. Karena apa, presiden yang memegang kekuasaan tertinggi dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara -- bukan Panglima TNI. Jadi tidak ada kedudukan panglima di situ. Kecuali disebutkan [oleh Undang-Undang] melalui panglima, itu lain cerita. Ini, kan, tidak. Jadi sebenarnya kedudukan panglima itu tidak ada dalam Undang-Undang Dasar.

Bagaimana melihat rencana kerja TNI yang dinilai tak berjalan?
Memang kalau dihadapkan pada Nawacita, Angkatan Darat (kita) jauh dari Angkatan Darat yang relevan. Yang paling relevan adalah Angkatan Laut. Kenapa Angkatan Laut? Selain dia the man on the war, dia juga sebagai penegak hukum di laut dalam kerangka mengamankan agenda menjadi poros maritim.

Apakah pergantian panglima juga menentukan kebijakan pengadaan alutsista?
Seharusnya tidak, karena alutsista, kan, ada di angkatan masing-masing. Tetapi ada kalanya, sekarang Mabes TNI berdiri sendiri [dalam pengadaan alutsista] dan akhirnya ribut. Lihat saja Angkatan Udara, belum lagi Kementerian Pertahanan. Ribut, kan? Kalau anggarannya [memang] melalui Kemenhan, melalui loh, undang-undangnya bilang begitu, kok. Tapi [kalau] kebutuhan ada di setiap angkatan.

Bagaimana alutsista yang tak seimbang untuk kebutuhan pertahanan?
[Masalahnya] sekarang kita selalu berpikir keamanan darat, kan? Dasar pengadaan alutsista itu juga tidak cocok. Kalau mau mempertahankan keadaan kita di dunia, khususnya laut, ya Angkatan Laut. Tapi kalau kembali kepada sejarah, ya Angkatan Darat.

Kalau dilihat pergantian Panglima TNI sepertinya menjadi rebutan. Sebenarnya apakah ada faksi di tubuh TNI?
Kalau di dalam Angkatan Laut dan Angkatan Udara, tidak. Tetapi kalau di Angkatan Darat, iya. Dominan.

Dan itu yang menyebabkan pola pemilihan Panglima TNI menjadi politis?
Karena AL dan AU tidak berhubungan dengan manusia. Nah, Angkatan Darat dia berebut dengan Polisi. Contohnya di Papua. Angkatan Darat atau Polisi, sih?

Misal presiden menunjuk AD daripada AL untuk menjadi Panglima TNI, apakah akan terjadi gejolak di internal?
Dalam TNI pasti gejolak. Pasti. Angkatan Laut pasti. Apa coba? Bubarkan saja Angkatan Laut kalau begini. Harusnya kalau mau mengikuti pola pergantian panglima [saat ini] diisi oleh Angkatan Udara. Kalau pola, sekarang [jatahnya] AU. Tapi sekali lagi kalau melihat Nawacita, itu AL.

Kalau Anda lihat, apakah pergantian panglima TNI akan menggambarkan rencana ke depan? Kondisi saat ini, banyak yang menilai reformasi TNI berjalan di tempat karena ada banyak kontrak dengan kementerian dan itu berhubungan dengan domain sipil? 
Nah itu, kan, tidak ada gunanya. Mau dijalankan pun enggak bisa. Wong undang-undangnya enggak ada, kok. Itu, kan, aturan perundangan semua. Apa dasarnya coba?

Harusnya penggunaan kekuatan militer melalui persetujuan DPR?
Loh, seharusnya penggunaan kekuatan milter itu harus keputusan politik. Mau digunakan untuk apa saja harus ada keputusan politik [bersama DPR].

Bagaimana jika itu diklaim sebagai perintah presiden?
Tidak bisa. Perintah presiden boleh, asal 2x24 jam harus dilaporkan.

Kalau begitu, kontrak kerja sama TNI dengan beberapa kementerian banyak yang menyalahi perundang-undangan?
Menyalahilah, tidak boleh. Pokoknya tidak ada cerita, [karena] pemanfaatan militer itu harus melalui keputusan politik [yang melibatkan DPR]. Titik. Semua melanggar Pasal 7 ayat 3 Undang-undang TNI. MoU (memorandum of understanding) panglima tidak bisa melakukan itu. Apalagi MoU dengan perangkat sipil. Itu dasarnya apa? Enggak ada dasarnya.

Anda pernah menjadi Kepala BAIS, bagaimana Anda melihat reformasi di tubuh TNI saat ini?

Gagal kalau menurut aku. Kenapa gagal? Buktinya itu tadi ada MoU (memorandum of understanding) dengan sipil. Reformasi di tubuh TNI adalah bagaimana TNI patuh terhadap Undang-Undang. Itu salah satu tolak ukur yang bisa dilihat. Sekarang dia patuh dan taat enggak? Ya, MoU itu salah satunya bentuk ketidakpatuhan.
 
Jadi lebih banyak tindakan politis?

Aku enggak tahu dasarnya apa.

Bagaimana dengan alutsista untuk Angkatan Laut saat ini, apakah menurut Anda sudah menunjang?

Kalau kita pakai Undang-undang TNI, tugas Angkatan Laut di situ salah satunya adalah penegakan hukum di laut. Untuk penegak hukum di laut saja, berapa panjang pantai Indonesia dibandingkan [jumlah] kapal? Itu saja sudah tidak imbang. Berapa kapal lagi untuk menjaga panjang pantai dari penyelundupan dan lain-lain.

Itu tidak mencukupi?

Itu sudah jauh sekali. Itu baru berbicara [tugas] penegakan hukum. Kalau kita berbicara pertempuran, bagaimana kita mensejajarkan dengan Singapura dan Malaysia? Berapa Singapura punya kapal selam? Itu perimbangan kekuatan kita dengan Singapura saja sudah tidak imbang. Perimbangan kekuatan alutsista, ya. 

Kalau mau ukur gampang, kok. Berapa kapal keluaran tahun 2000 yang dimiliki Angkatan Laut? Itu satu. Nah, yang kedua, paling gampang lagi, berapa kapal yang bisa untuk docking repair kapal? Dari situ saja, Asisten Intelijen Malaysia bilang, sudahlah tenggelam saja kapal itu.

Karena apa? Karena kapal itu harus bisa mengapung dulu, mampu berlayar dan kemudian mampu bertempur. Minimal setahun sekali kapal itu harus naik dock setahun sekali. Ada berapa kapal di Indonesia yang bisa menaikkan docking? Belum lagi kalau dipakai kapal niaga dan berapa space untuk kapal perang?

Angkatan Laut sendiri tidak punya dockyard (galangan kapal), itu punya PT PAL. Angkatan Laut punya problem sendiri. Bagaimana dengan Angkatan Udara? Sama. Angkatan Udara dengan Angkatan Laut sama problemnya.

Presiden kini telah memilih matra AU sebagai Panglima TNI, apakah ia tidak mendapat dukungan?

Bisa saja kalau dia tidak diterima di angkatannya. Kan susah, tidak diterima di angkatan yang lain juga tidak akan didengar. Dulu pernah terjadi KSAD-nya lebih senior daripada panglimanya. Dalam penempatan personel saja sudah ribut. KSAD mau orangnya, panglima mau orangnya. Jadi ribut, kan?

Jika seperti ini, apakah perlu mengubah pola pergantian Panglima TNI?
Kalau mau maju memang harus diubah. Kalau aku pikir, kalau mau maju, ya kita harus kembali ke Undang-undang Dasar. Jadi seperti di Amerika, panglima itu hanya ad hoc bukan menjadi badan seperti sekarang. 

Banyak yang menilai pergantian Panglima TNI selalu politis?
Kenapa politis, karena berebut antara tiga [satuan]. Padahal satuan ini harusnya bukan berbicara rival, tetapi kerja sama. Tapi dengan adanya Mabes TNI, yang terjadi adalah rival. Iya, kan? Rivalitas jadinya. Harusnya kerja sama. Nah, kerja sama bisa terjadi jika, misalnya, seperti Amerika bikin. Di situ [Mabes] hanya merupakan badan koordinasi, ad hoc. Jadi tidak perlu ada panglima TNI seperti sekarang. Itu tidak akan ada rivalitas. 

Jadi seperti berebut untuk duduk di kursi tertinggi TNI?
Berebut dan akhirnya mencoba mendekat ke presiden. Harusnya tidak ada rivalitas antarangkatan. Rivalitas di internal boleh, karena [jadi] kelihatan kapabilitas di dalam. Tetapi menjadi susah jika sudah di luar begini. Makanya tidak ada di dunia ini panglima seperti di Indonesia. Karena dulu yang dibuat Pak Harto itu hanya sesaat, setelah terpecah, setelah itu harusnya dikembalikan lagi. Apalagi ada Menhan. Menhan, kan, sebagai koordinator.

Harusnya dikembalikan pola itu?
Ya, seharusnya. Karena Undang-Undang kita menyatakan seperti itu. Tidak ada Mabes TNI diatur dalam Undang-Undang Dasar. Makanya Panglima TNI berbicara mengenai Mabes TNI itu sebenarnya bertabrakan dengan Undang-Undang Dasar. UUD tidak berbicara mengenai Mabes TNI, tapi ia berbicara mengenai angkatan, darat, laut dan udara. 

Sumber: Tirto.Id 

Senin, 20 November 2017

Biaya Jutaan Dolar Mengamankan Freeport di Papua

Reporter: Husein Abdulsalam  | 20 November 2017



Freeport mengucurkan uang keamanan, termasuk membayar para pejabat dan institusi TNI dan Polri, agar bisnisnya tetap lancar di kawasan tambang Timika.


Timika, 31 Agustus 2002, tidak jauh dari areal tambang Freeport Indonesia. Sejumlah orang bersenjata seketika menembak sekelompok guru yang bekerja pada perusahaan tambang tersebut.
Tiga orang terbunuh. Satu orang adalah warga negara Indonesia, Bambang Riwanto. Sedangkan dua lain adalah warga negara Amerika Serikat, Rick Spier dan Edwin Burgon. Sebelas orang lain luka-luka.
Selain menuai kecaman, peristiwa ini mengetuk kecurigaan dua pemilik saham Freeport-McMoRan, pemegang kendali operasi Freeport Indonesia di AS: New York City Employees Retirement System dan New York City Teachers Retirement System, atas pelbagai pelanggaran hak asasi manusia yang bisa saja terkait operasi bisnis Freeport di Indonesia.
Dokumen berjudul “Paying for Protection” yang diterbitkan Global Witness pada 2005 menyebutkan, tak lama setelah peristiwa itu, kedua pemilik saham itu menuntut para eksekutif Freeport-McMoRan untuk melaporkan setiap pelanggaran HAM dan implementasi kebijakan Freeport di luar negeri dalam rapat tahunan yang rencananya digelar pada Mei 2003. 
Tidak tanggung-tanggung, laporan itu juga harus menyertakan informasi mengenai hubungan antara keamanan perusahaan dan militer Indonesia, sekaligus pelanggaran HAM yang muncul akibat interaksi keduanya.
Namun, bulan Mei belum datang, pada 30 Januari 2003, The New York Times melansir artikel “US links Indonesian troops to death of two Americans”. Artikel ini melaporkan pejabat AS percaya bahwa anggota TNI terlibat dalam serangan terhadap para guru AS.
Kemudian pada 2007, laporan investigatif berjudul “Murder at Mile 63” terbit. Hasil penyelidikan oleh Andreas Harsono dan antropolog Eben Kirksey itu menyebutkan pelaku penembakan, Anthonius Wamang, tidak bekerja sendiri. Sejumlah aparat Indonesia, baik dari Polri maupun TNI, terlibat dalam transaksi senjata untuk Wamang di Jakarta. 

Jutaan Dolar untuk Mengamankan Freeport

Menjelang setahun setelah peristiwa penembakan, pada Maret 2003, Freeport-McMoRan menyampaikan laporan yang menjelaskan kondisi bisnis dan keuangan perusahaan kepada Komisi Sekuritas dan Bursa AS. Laporan inilah yang kemudian dibedah oleh Global Witness untuk menyusun “Paying for Protection”, salah satu dokumen mengenai rincian aliran dana keamanan dari Freeport Indonesia untuk tentara dan polisi Indonesia. 
Selain dokumen tersebut, laporan investigasi soal duit keamanan Freeport Indonesia juga dilansir oleh The New York Times, yang ditulis oleh Jane Perlez dan Raymond Bonner, dalam artikel “Below a Mountain of Wealth, a River of Waste” pada Desember 2005. 
Meski diterbitkan 12 tahun lalu, laporan-laporan ini masih relevan hingga saat ini, mengingat setelahnya sedikit sekali terbitan serupa mengenai isu tersebut yang ditulis secara mendalam, sementara kasus-kasus penembakan hampir setiap tahun terjadi di areal tambang Freeport di Timika.
Berdasarkan laporan Freeport-McMoRan kepada Komisi Sekuritas dan Bursa AS, diketahui bahwa Freeport Indonesia telah membayar 4,7 juta dolar AS pada 2001 untuk “jasa keamanan pemerintah”. Pada 2002, Freeport juga mengucurkan 5,6 juta dolar AS untuk keperluan yang sama.
Uang itu dipakai buat ongkos infrastruktur dan pengeluaran lain seperti logistik dan ruang makan, perumahan, bahan bakar, perjalanan, perbaikan kendaraan, ongkos tambahan, serta program bantuan masyarakat yang dilakukan oleh tentara atau polisi.
Sedangkan The New York Times, berdasarkan hasil analisisnya, menyebutkan dana 20 juta dolar AS diberikan Freeport Indonesia kepada polisi berpangkat jenderal, kolonel, mayor, dan kapten serta sejumlah unit militer pada periode 1998-2004. Para komandan secara individu menerima 10.000 dolar AS, dan dalam beberapa kasus, mereka menerima lebih dari 150.000 dolar AS.
Dalam laporan serupa tahun fiskal 31 Desember 2016, Freeport Indonesia mengucurkan duit keamanan bagi aparat Indonesia masing-masing 27 juta dolar AS pada 2014, 21 juta dolar AS pada 2015, dan 20 juta dolar AS pada 2016.

Fulus Segar untuk Petinggi Militer Indonesia di Papua

Sejumlah individu disebut Global Witness menerima uang dari Freeport Indonesia. Pada periode Mei 2001-Maret 2003, dana sebesar 247.705 dolar AS mengalir kepada Mayor Jenderal Muhidin Simbolon, saat itu menjabat Panglima Kodam XVII/Trikora. Pada Februari 2002, Freeport Indonesia memberi 12.213 dolar AS kepada Komandan Kodim Timika Kolonel Togap Gultom, dan 1.712 dolar AS untuk ajudan Simbolon.
“Selama enam bulan pada 2001, menurut catatan perusahaan, Kolonel Togap Gultom menerima dana di bawah 100.000 dolar AS hanya untuk "uang makan," dan lebih dari 150.000 dolar AS pada tahun berikutnya. Pada 2002 Freeport memberi 350.000 dolar AS untuk "uang makan" kepada setidaknya 10 komandan lain,” tulis laporan The New York Times.
Secara rinci, Global Witness mencatat besaran dan periode aliran dana yang diterima Muhidin Simbolon dari Freeport Indonesia dalam satu bab berjudul “Uang Makan Jenderal Simbolon”. Di luar itu, Freeport Indonesia juga membayar 25.000 dolar AS kepada pihak ketiga untuk pengeluaran Simbolon dan istri. Dana itu terdiri 7.000 dolar AS untuk biaya hotel dan lebih dari 16.000 dolar AS untuk biaya lain, yang sebagian besar dipakai untuk biaya perjalanan.
Global Witness juga mencatat, sejumlah uang mengalir ke Kolonel Mangasa Saragih, yang bertugas sebagai Asisten Intel di Kodam XVII/Trikora, dan menjadi Kepala wilayah militer di Sorong pada 2002.
Mangasa disinyalir menerima 40.000 dolar AS untuk biaya makan dan 4.400 dolar AS untuk jasa keamanan. Freeport Indonesia juga mengucurkan 4.000 dolar AS guna membayar tagihan hotel 18.000 dolar AS yang dipakai oleh Kolonel Mangasa dan orang-orang yang bepergian dengannya, termasuk istrinya.


Infografik Setoran Freeport



infografik biaya setoran freeport


Dari Individu ke Institusi

Dua laporan itu menyuratkan bahwa dana Freeport Indonesia mengalir kepada mereka yang memegang kendali militer, baik dari tingkat Kodam XVII/Trikora, Kodim Timika, serta Komando Resor Militer (Korem 171) yang bermarkas di Kota Sorong, ujung kepala Cenderawasih, 1 jam perjalanan udara dari Kota Timika
Global Witness dan The New York Times juga menelaah bahwa aliran dana Freeport Indonesia tak hanya mengucur ke kantong pribadi, melainkan pula diterima oleh institusi. Hal ini jamak dilakukan setelah ada skandal Enron dan aturan Undang-undang Sarbanes-Oxley di AS yang menuntut perusahaan untuk memberikan laporan secara lebih rinci.
“Paying for Protection” menyebut antara April 1999 dan Desember 2002, Freeport Indonesia membayar 342.000 dolar AS kepada TNI untuk membiayai program kemasyarakatan. Sementara itu, pada September 1999, Freeport menggelontorkan 45.725 dolar AS untuk menyewa sebuah pesawat dari perusahaan transportasi udara guna mengangkut polisi Brimob.
Sedangkan The New York Times memperoleh data bahwa Freeport Indonesia memberikan 1 juta dolar AS untuk unit-unit polisi di Papua dengan dalih pembayaran pasokan bulanan, biaya administrasi, dan dukungan administrasi pada 2003. Pada tahun yang sama, Brimob disebut menerima lebih dari 200.000 dolar AS.

Klarifikasi Para Penerima Dana

Guna mengklarifikasi temuan tersebut, Global Witness menghubungi sejumlah pihak terkait. Jawabannya pun beragam.
Muhidin Simbolon: “Setahu saya tidak ada begitu dari PT Freeport. Enggak ada.”
Sementara pihak Freeport McMoRan mengatakan pemberian uang itu benar adanya dan memang “diminta” oleh pemerintah Indonesia. Sedangkan salah satu pemilik saham Freeport-McMoRan, Rio Tinto, menjelaskan bahwa dana tersebut “diharuskan secara hukum”.
Fakta adanya aliran dana dari Freeport Indonesia ke tentara juga diamini oleh para pejabat militer Indonesia. Endriartono Sutarto, yang saat itu menjabat Panglima TNI, menyatakan pembayaran tersebut adalah “bantuan” dari “seseorang yang punya niat baik”. Sedangkan Ryamizard Ryacudu, saat itu Kepala Staf TNI Angakatan Darat, menyatakan prajuritnya menerima Rp125.000 per bulan.
“Setahu saya, prajurit saya hanya menerima Rp125.000 per bulan. Mungkin untuk makannya gratis. Itu saja. Tidak tahu saya soal dana itu. Satu sen pun saya enggak pernah dikasih,” ujar Ryamizard, sebagaimana tercantum dalam laporan Global Witness.
"Kami tidak pernah menyuap. Memang kami memberikan bantuan kepada pihak militer, tetapi bantuan ini tidak berupa uang kas, melainkan peralatan lapangan seperti hand-talky, mobil, makanan ... Semua pembayaran ini dilakukan secara terbuka dan dilaporkan kepada Bursa Efek New York. Membantu petugas keamanan adalah hal yang wajar. Dan memberikan makanan kepada petugas penjaga keamanan Anda yang kelaparan adalah hal yang wajar, bukan?” kata Abdoel Raoef Soehoed, mantan menteri perindustrian era Orde Baru (1978-1983) dan seorang komisaris PT Freeport Indonesia, sebagaimana dikutip dalam laporan Human Rights Watch pada 2006.

Sumber: Tirto.Id