Test Footer 2

Minggu, 27 November 2016

Belajar Dari Pengalaman

Referensi: Budi Wardoyo


 
Dari gerakan rakyat di berbagai negara di Amerika Latin, yang saat ini berhasil membangun kekuasaan pro rakyat, sekalipun bermula dari gerakan sektoral (maupun lokal), namun yang menentukan adalah ketika gerakan-gerakan ini mampu melampaui isu-isu sektornya(maupun kelokalannya), menjadi gerakan yang mengangkat persoalan-persoalan umum, persoalan yang menjadi keresahan rakyat luas; tentu pijakannya juga jernih, yakni persoalan kapitalisme-neoliberal yang menjadi akar masalahnya.

Itulah kenapa setiap upaya Rezim Neoliberal sebelumnya(baik sipil maupun militer) untuk memperkokoh kebijakan neoliberal di negaranya masing-masing; Baik dengan privatisasi BUMN-BUMN, pencabutan berbagai subsidi untuk kepentingan rakyat--seperti pencabutan subsidi BBM, pencabutan subsidi Listrik dll, maupun kebijakan untuk memperbesar/menambah hutang luar negeri--selalu mendapatkan perlawanan kuat dari gerakan rakyat (di mana kaum buruh, petani, pemuda-pelajar, masyarakat adat dll--bisa menyatu, berdasarkan platform yang sama; melawan kapitalisme-neoliberal).

Dan neoliberal, yang juga mensyaratkan stabilitas politik; dengan pembatasan-pembatasan ruang demokrasi--dan bahkan dengan respresif yang terbuka dan massif, juga melahirkan kesadaran, bahwa perjuangan melawan neoliberal juga berarti berjuangan untuk membuka ruang demokrasi seluas-luasnya( membuka ruang partisipasi rakyat seluas-luas, di sebanyak-banyak nya bidang kehidupan).

Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Gerakan buruh--sekalipun sekali-dua kali, bergerak dalam perjuangan isu-isu publik, namun orientasi terkuatnya, masih sebatas perjuangan di sektornya--upah, sistem kerja dst---dan ketika ada isu publik yang diangkat, konsolidasi publiknya masih terlalu lemah---belum beranjak menjadi kekuatan oposisi (pergerakan massa rakyat) yang massif.

Gerakan tani? Jauh lebih "tertinggal" dari sekutunya gerakan buruh; Paling tidak terlihat dari massifnya kriminalisasi, massifnya perampasan tanah--apalagi jika ditambah dengan perusakan lingkungan oleh kooporat, Gerakan tani belum muncul dalam satu gerakan perlawanan yang massif secara nasional--terorganisir, masih kental karakter lokalnya.

Selain itu, Gerakan Mahasiswa-Pelajar; setalah menjadi kekuatan penentu pada penumbangan Soeharto--yang pada saat itu juga berperan menyatukan keresahan rakyat hingga keresahan rakyat bermuara pada ledakan kemarahan untuk menggulingan Soeharto, kini Gerakan Mahasiswa-Pelajar, seperti kehilangan landasan intelektualnya---gagap menjawab kebutuhan keresahan rakyat yang terus menderita di bawah Rezim Kapitalis-Neoliberal, Rezim Brutal.

Dan apa terobosannya?

Platform anti kapitalisme-neoliberal (dengan segala kebijakan turunannya) adalah menjadi penting untuk diurai (dengan berbagai kajian, debat, diskusi, polomeik---secara luas, baik di pimpinan-sampai di massa luas) dengan tujuan membangun platform bersama antar gerakan rakyat---untuk perubahan yang sejati-termasuk mencari solusi diluar kapitalis-neoliberal

Yang kedua, adalah platform demokrasi: dari kebebasan berbicara-berkumpul/berhimpun sampai berkespresi, penghargaan terhadap keberagaman, pengadilan terhadap para penjahat HAM, hingga tuntutan akan partisipsasi yang lebih luas----sebagai contoh: UUD yang merupakan konstitusi kita, dalam perubahannya hingga yang ke empat kali nya, tak pernah melibatkan rakyat luas---baik dengan referendum, atau model-model partisipai lainnya.

Karena persatuan gerakan rakyat membutuhkan platform bersama--platform besar yang mengakomodir keresahan massa rakyat luas, sekaligus menjawab jalan keluar dari sistem ekonomi politik yang bertahun-tahun, berpuluh tahun--telah menyingkirkan rakyat ke jurang kemisikinan, kebodohan--dan kehancuran lingkungan.

***

0 komentar:

Posting Komentar