Updated 3:17 AM, November 13, 2015
Hari ketiga, pengadilan akan membahas tentang pengasingan atau eksil, penghilangan paksa, dan propaganda kebencian
https://youtu.be/RERn36cqtwU
DEN HAAG, Belanda — Pada hari kedua, Pengadilan Rakyat Internasional, atau International People's Tribunal (IPT), untuk korban tragedi pembantaian massal di Indonesia pada 1965 yang digelar di Den Haag, Belanda, pada 11 November menghadirkan saksi bernama Tintin Rahayu.
Sore hari itu ruangan sidang itu senyap. Yang terdengar hanya suara Tintin bicara, lalu terisak. Ia menuturkan bagaimana dia dituduh sebagai Gerwani, organisasi perempuan PKI, kemudian dijebloskan ke dalam penjara selama 11 tahun.
Hari ketiga, Kamis, 12 November, pengadilan akan membahas tentang pengasingan atau eksil, penghilangan paksa, dan propaganda kebencian.
Ikuti laporan kontributor kami, Rika Theo, dari ruang sidang tribunal di Den Haag di laman ini:
20:00 WIB Anggota Komnas HAM Dianto Bachriadi memberikan kesaksian
"Saya komnas ham dan akan berada di posisi ini sampai 2017 sampai masa tugas berakhir."
"Pada 1 Juni 2008-1 april 2012, Komnas HAM melakukan penyelidikan proyustisia untuk pelanggaran HAM berat. Proyustisia sebelum sampai ke pengadilan."
"Laporan sudah disampaikan. Tentu kami mengacu pada asas praduga tak bersalah. Karena ada nama-nama yang terlibat."
"Sehingga pada dasarnya publik tak bisa mengaksesnya. Tapi ternyata Kejaksaan Agung sampai lama tak menenyelesaikannya."
"Mereka mengirimkan kembali dengan berbagai catatan-catatan. Kami mengirimkannya kembali. Begitu terjadi beberapa kali."
"Komnas HAM kemudian mempublikasikan excutive summary-nya. Berdasarkan hasil itu, sampai dengan indicitement ketujuh dalam IPT hari ini, semuanya koheren."
"Pelanggaran HAM berat terjadi"
"Dari sejumlah testimoni, ada koheren yang sangat kuat, terkonfirmasi dari penyelidikan Komnas HAM. Bahwa penyelidikan Komnas HAM, bahwa cukup bukti permulaan untuk dilakukan penyidikan untuk sampai ke pengadilan bahwa terjadi pelanggaran HAM berat pada peritiwa 65-66."
"Berikut adalah pandangan saya, saya kira ini soal penting bahwa negara harus bertanggung jawab pada serangkaian kejadian ini."
"Kalau tidak, ada dua hal yang segera menghilang. Pertama kita akan menyaksikan bagaimana negara ini menjaga impunitas."
"Sebagai komisioner, saya saya menangani banyak kasus, perampasan tanah, komunisme, hantu PKI itu dihidupkan jauh dari hari ini."
"Hantu (komunisme) itu masih hidup dan digunakan. Dan tidak ada yang bisa berkutik, karena takut dan ditakut-takuti kalau pindah dari PKI."
"Dan memang pada kenyataannya di daerah itu sudah banyak korban."
"Dan itu bukan satu kasus. Ribuan tanah di Indonesia direbut dari masyarakat dengan (menggunakan) hantu komunisme)."
(Menyebut nama-nama daerah)
"Banyak tanah-tanah masyarakat, apakah garapan tanah biasa, atau tanah yang menggunakan land reform, lalu kemudian diambil alih begitu saja dengan ancaman, kalau tidak diserahkan dipulauburuhkan, akan ditangkap, dan sebagainya."
"Ini penting bagi semua, majelis, kita sebagai bangsa harus menyelesaikan. Kebenaran harus diungkapkan." —Rappler.com
http://www.rappler.com/indonesia/112564-lini-masa-hari-ketiga-sidang-international-people-s-tribunal-tragedi-1965?utm_source=twitter&utm_medium=referral&utm_medium=share_bar
0 komentar:
Posting Komentar