MINGGU, 04 OKTOBER 2015 | 07:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -PERINTAH itu datang dari Mayor Jenderal Ibrahim Adjie. Kepada Benedict Anderson, Indonesianis dari Universitas Cornell, Amerika Serikat, Panglima Komando Daerah Militer VI Siliwangi itu menegaskan, "Saya sudah kasih perintah kepada semua kesatuan di bawah saya, orang-orang ini ditangkap diamankan, tapi jangan sampai ada macem-macem." Ibrahim dan Anderson bertemu pada 1968.
Petikan yang dimuat di Majalah Tempo edisi 1 Oktober 2012 itu menjelaskan kenapa di Jawa Barat tidak ada pembantaian pada 1965 dan 1966. Padahal pada saat itu banjir darah terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Orang-orang yang dicap sebagai PKI dihabisi.
Kepada A. Umar Said, mantan Pemimpin Redaksi Ekonomi Nasional--surat kabar yang dilarang terbit bersama Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Suluh Indonesia pasca-G-30-S--Anderson menyampaikan cerita Ibrahim itu. Dari wawancara pada September 1996 itu, Umar memuat cerita Anderson di blog pribadinya. Umar wafat pada 7 Oktober 2011 di Paris, tempatnya bermukim sejak Oktober 1965 sebagai eksil.
Pembunuhan di Jawa Barat bukan tak terjadi. Di Indramayu, misalnya, ada orang yang dituding anggota PKI jadi korban. Tapi kejadian tak meluas. Perintah Ibrahim tampaknya diikuti tentara sampai level paling bawah. "Saya tidak ingin ada pembantaian di Jawa Barat, karena merasa bagaimanapun sebagian besar adalah orang kecil. Akan mengerikan kalau mereka dibunuh," katanya.
Sikap Ibrahim Adjie tak lepas dari sikap setianya kepada Sukarno. Pada 1 Oktober, presiden pertama itu mengeluarkan perintah agar semua pihak menghentikan aksi agar suasana tak runyam. Pada hari yang sama, Sukarno mengirimi Ibrahim sepucuk surat yang isinya meminta Ibrahim datang ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma jika keselamatan Presiden terancam.
Sehari kemudian, Pimpinan Sementara Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto melapor kepada Sukarno bahwa situasi dapat dikuasai. Dalam surat yang ditulis tangan pada 2 Oktober 1965, Soeharto menyatakan berhasil mencegah pertumpahan darah. "Nyuwun dawuh lan nyadong deduko--bila saya bertindak lancang," ujar Soeharto menutup suratnya.
Belakangan ucapan Soeharto tak terbukti. Pembantaian ribuan anggota PKI dan simpatisannya terjadi di berbagai tempat, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sejumlah peneliti, seperti Robert Cribb dari Universitas Nasional Australia, juga Benedict Anderson, menyatakan tindakan brutal itu terjadi di daerah-daerah yang didatangi satuan elite militer Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
"Dalam banyak kasus, pembunuhan dimulai setelah kedatangan kesatuan elite militer, yang lalu memerintahkan dan memberi contoh tindakan kekerasan," kata Cribb dalam buku Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966. Jawa Barat beruntung: RPKAD tak merangsek di sana. Alhasil, kata Anderson, “Di Jawa Barat tak terjadi pembantaian.”
TIM TEMPO
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/04/078706213/g30s-1965-ini-penyebab-di-jawa-barat-tak-ada-pembantaian
0 komentar:
Posting Komentar