Test Footer 2

Sabtu, 24 Oktober 2015

MENGUTUK PEMBERANGUSAN TERHADAP KEBEBASAN BEREKSPRESI DI INDONESIA

Pernyataan Terbuka | 24/10/2015

Kebebasan berekspresi dan berpikir kritis sedang mengalami serangan yang brutal di Indonesia. Serangkaian tindakan represif dan kejam dilakukan oleh pihak berwenang terhadap upaya-upaya untuk membuka kembali dan membongkar secara kritis atas tindakan pembersihan terhadap komunis dan para pendukungnya pada tahun 1965, yang dilakukan dengan alasan demi bangsa yang lebih baik, merupakan bukti bahwa warisan totalitarian dari rejim Orde Baru masih bercokol dan hidup. 

Suharto mungkin sudah mati, tapi para penjaga orde baru masih mengawasi gerak gerik warga negara ini, dan pada banyak kasus justru melakukan tindakan-tindakan menindas untuk membungkam kebebasan rakyat. 

Kita sudah lihat beberapa bukti hanya dalam satu minggu ini saja. 

Penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan terhadap Tom Iljas di Sumatera serta deportasi dan memasukkannya ke dalam daftar tangkal oleh aparat polisi dan imigrasi setempat hanya karena ia mengunjungi makam ayahandanya--yang menjadi korban pembantaian massal pada tahun 1965--merupakan contoh nyata dari hadirnya hantu Orde Baru itu dimana negara melakukan tindakan kejahatan terhadap rakyatnya sendiri. Teror bertubi-tubi yang dialami oleh Kerabat Tom Iljas pasca penangkapannya yang dilakukan oleh kepala desa dan camat setempat menunjukkan busuknya mentalitas para aparat negara dan pejabatnya. 

Kemudian Majalah Mahasiswa Lentera dipaksa untuk menarik penerbitan edisi terbaru majalah mereka karena mempublikasikan cerita mengenai pembunuhan-pembunuhan yang terjadi pada tahun 1965 di Salatiga, Jawa Tengah. Tiga mahasiswa yang terlibat dicokok polisi dan diinterogasi. 

Kita juga menjadi saksi atas pembatalan atau penyerangan terhadap acara-acara yang membahas berbagai aspek tahun 1965 baik yang dilakukan oleh warga sipil maupun aparat penegak hukum di berbagai tempat di Indonesia (Banyuwangi, Solo, Bukit tinggi dll). Kejadian-kejadian ini merupakan bukti kuat bahwa telah terjadi ancaman dan ketiadaan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia. 

Dan yang terkini, Ubud Writers and Readers Festival juga mengalami intimidasi yang dilakukan oleh aparatus lokal dan nasional agar membatalkan program mereka yang berkaitan dengan pembunuhan massal tahun 1965 merupakan bukti nyata bahwa pejabat negara mengawasi setiap langkah warga negaranya dan semakin menegaskan tindak represi terhadap warga sipil dan kreatifitas. 
Kami, para penulis, jurnalis, seniman dan aktivis, bersatu mengutuk represi yang semakin sering terjadi terhadap kebebasan berpendapat, berekspresi rakyat dan pemasungan berpikir kritis dengan menggunakan cara-cara represif ala Orde Baru. 

Kami mendesak: 

1. Polri dan para petugasnya di tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan, terutama di Bali, Salatiga dan Padang untuk menghargai hak konstitusional dan hak dasar rakyat dalam kebebasan berekspresi. Mereka harus segera menghentikan tindakan pelarangan ataupun pembatalan diskusi atau seminar untuk memperingati 50 Tahun tragedi 1965 karena semua kegiatan itu harus dianggap sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional seperti yang dijanjikan oleh pemerintah Presiden Joko Widodo. 

2. Membatalkan segala bentuk tindakan imigrasi (deportasi, pencekalan) terhadap Tom Iljas, berdasarkan fakta bahwa Tom Iljas dan keluarganya tidak bersalah dan tidak melakukan pelanggaran imigrasi. 

3. Presiden Joko Widodo dan pemerintah Indonesia bersama dengan pemerintah daerah memberikan perlindungan dan menjamin keselamatan mereka yang menginginkan maupun merencanakan diskusi, peninjauan kembali dan melakukan investigasi mengenai tragedi 1965 dari segala bentuk penyensoran, intimidasi dan teror. 

4. Kelompok dan individual yang terlibat dalam tindak kekerasan terhadap diskusi mengenai tragedi 1965 untuk menahan diri dan membuka ruang dialog sehingga memungkinkan solusi damai atas tragedi nasional tersebut. 

Kami percaya setelah 50 tahun bangsa ini sangat membutuhkan investigasi dan diskusi yang terbuka, transparan serta jujur mengenai pembantaian massal terhadap komunis pada tahun 1965 dan kejadian-kejadian pasca tahun tersebut yang telah merenggut jutaan nyawa dan mendatangkan penderitaan bagi jutaan orang lainnya. 

Keluarga korban harus menerima keadilan yang sudah sepatutnya mereka dapatkan, karena kami percaya lembaga yang diduga terlibat dalam kejahatan itu sebaiknya membersihkan nama baik mereka sehingga mereka bisa menyongsong masa depan yang lebih baik. Menjadi kepentingan bangsa dan rakyat negeri ini untuk tidak mengaburkan sejarah mengenai pembantaian itu sehingga ada keadilan bagi pelaku dan korban. 

http://www.lawanimpunitas.com/

0 komentar:

Posting Komentar