Test Footer 2

Selasa, 13 Oktober 2015

Evo Morales: Perubahan Iklim Akibat Kapitalisme

Selasa, 13 Oktober 2015 | 8:38 WIB

Presiden Bolivia Evo Morales kembali melabrak kapitalisme. Kali ini, di Konferensi Rakyat untuk Perubahan Iklim di Bolivia, Evo menunjuk hidung kapitalisme sebagai penyebab perubahan iklim. 

Berpidato di penutupan acara tersebut, Senin (12/10/2015), Presiden pribumi pertama Bolivia itu mengatakan bahwa kapitalisme harus dipersalahkan dalam kasus perubahan iklim.

“Sekarang, kita mendiskusikan sebuah masalah yang diakibatkan oleh kapitalisme: perubahan iklim,” kata Morales.

Lebih lanjut, dia membeberkan, setelah 500 tahun sejak ditaklukkan Spanyol, kini Bolivia sudah berhasil membebaskan diri dari belenggu imperialisme.
“Kami telah membebaskan diri dari dominasi imperialis dan politik neoliberal,” ujarnya.

Dia pun mengingatkan bangsa-bangsa di Amerika latin bahwa mereka punya tanggung jawab untuk meneruskan perjuangan yang diwariskan nenek moyang mereka melawan imperialisme, neokolonialisme, dan kapitalisme.

Dia juga bilang, sejak Bolivia berhasil memulihkan kontrol atas sumber daya alamnya berkat gerakan sosial, kini Amerika Serikat sedang merencanakan akan menginvasi negara lain untuk merampok ekonomi mereka dan menjarah sumber daya alamnya.

Presiden berhaluan sosialis ini kemudian menegaskan bahwa generasi baru, yang mengambil prinsip untuk kehidupan dan kemanusiaan, haruslah anti-imperialis.

Di tempat yang sama, Presiden Venezuela Nicolas Maduro menegaskan bahwa “hanya rakyat yang bisa menyelamatkan bumi, bukan percaya pada oligarki atau Dana Moneter Internasional.”

Maduro berharap, Konferensi Iklim yang disponsori PBB di Paris mendatang menjadi pertemuan dari rakyat terorganisir untuk menyelamatkan bumi.
“Semoga suara rakyat terdengar di Paris,” kata Maduro di hadapan ribuan peserta Konferensi Rakyat untuk Perubahan Iklim yang mewakili 40 negara.

Pemimpin Venezuela ini juga mengingatkan, negara-negara kuat mencoba mengambil keuntungan dari pembicaraan soal iklim dan mendorong kepentingannya dalam apa yang disebut “ekonomi hijau” untuk memperkuat kembali sebuah sistim internasional yang mengorbankan negara miskin dan terbelakang.

“Di balik topeng itu ada raksasa jelek. Mereka ingin menjadikan ekonomi hijau sebagai instrumen untuk menjajah kembali kita,” tegasnya.

Suara keras juga dilontarkan oleh Presiden Ekuador, Rafael Correa, di penutupan acara itu. Dia menuntut negara-negara makmur membayar kompensasi kepada negara-negara miskin atas tindakan mereka merusak lingkungan.

Dia menegaskan, semua orang memang punya tanggung jawab untuk melindungi lingkungan, tetapi menegaskan bahwa negara-negara kaya punya tanggung jawab lebih besar karena juga paling banyak melakukan pencemaran lingkungan.

“Warga negara kaya menghasilkan emisi CO2 38 kali lebih banyak dibanding warga di negara miskin,” ungkapnya.

Menurut dia, solusi paling penting bagi pemanasan global adalah keadilan lingkungan, yang mengharuskan pencemar terbanyak membayar kompensasi kepada negara-negara yang paling merasakan dampak dari perubahan iklim.
Presiden berhaluan kiri menyimpulkan bahwa keadilan lingkungan adalah perjuangan politik, dan itu berakar pada perjuangan untuk mengakhiri ketidakadilan ekonomi global.

Konferensi Rakyat untuk Perubahan Iklim digelar di kota Chocabamba, Bolivia, dari tanggal 10 Oktober hingga 12 Oktober 2015. Pertemuan ini menghadirkan sedikitnya lima ribu perwakilan gerakan sosal dari 40 negara.

Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, juga turut menghadiri pertemuan itu. Juga hadir Presiden tiga negara kiri di Amerika latin, yakni Bolivia, Venezuela, dan Ekuador.

Juga hadir perwakilan pemerintah sejumlah negara. Menteri Luar Negeri Perancis, Laurent Fabius, adalah satu dari perwakilan pemerintah Eropa.

“Kekeringan, kebakaran, banjir, tanah lonsor, gletser yang mencair, air laut yang menjadi asam. Ibu bumi memberi kita peringatan…Kita harus mendengar. Dan kita harus bertindak, “ kata Ban Ki-Moon di pertemuan itu.

Konferensi yang berlangsung tiga hari itu telah menyusun 10 poin kesimpulan yang akan dibawa ke Konferensi Perubahan Iklim di Paris. Diantara poin itu adalah tuntutan kepada negara-negara industri untuk mengalihkan belanja militernya guna melawan dampak perubahan iklim.
Tuntutan lainnya adalah pembentukan pengadilan internasional untuk mengadili para perusak lingkungan.

Raymond Samuel

0 komentar:

Posting Komentar