Test Footer 2

Kamis, 03 Maret 2016

[resensi buku] Sejarah Gerakan Kiri Indonesia

Judul : Sejarah Gerakan Kiri Indonesia Untuk Pemula
Penulis :Tim Penyusun Sejarah Gerakan Kiri Indonesia Untuk Pemula
Penerbit : Ultimus (2016), Cetakan Pertama
Halaman : 612 hlm (LXXXIV + 528 hlm)
Foto: SG
Peresensi:  Muhammad Firman Eko Putra
Buku Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula adalah buku sejarah pertama yang ditulis berdasarkan sudut pandang kelas pekerja (buruh dan tani). Berlawanan dengan diktat sejarah yang umum dikunyah para pelajar Indonesia, buku ini menyajikan narasi yang sepenuhnya lain, kalau bukan berkebalikan, dari tuturan rezim Orde Baru. Bukan saja soal penyajian yang menyenangkan, berupa gambar komikal, kerangka konseptual yang melandasi buku ini juga sangat “kiri”. Berpijak pada realitas konkret pertautan kapitalisme dunia dengan dinamika dalam negeri. Empat bagian dalam buku ini disusun berdasarkan periode sejarah yang kiranya hendak merajut sejarah nasional secara materialisme historis. Menuturkan sejarah dengan jujur.
Sebagai seorang pelajar Hubungan Internasional tradisional yang terbiasa membaca buku-buku sejarah yang tidak jauh dari soal perang dan damai, yang ujung-ujungnya sekedar glorifikasi nasionalitas (militerisme). Buku ini serupa oase di tengah keringnya penyajian sejarah yang ditulis di atas medan tempur dan meja diplomasi.
Pertama, buku ini mengembalikan khittah penulisan sejarah yang di tulis dari bawah, history from below. Jauh dari narasi penguasa yang acap guna sejarah untuk melanggengkan kekuasaan, buku ini sejak semula ditulis dari perspektif gerakan rakyat. Rakyat yang lebur diri, terlibat hati dan pikiran mempertaruhkan jiwa dan raga berhadap dengan kekuatan kontra daulat rakyat.
Kedua, buku ini adalah pengantar sejarah nasional yang baik bagi para pembaca pemula. Terutama mereka yang besar pasca-orde baru seperti saya. Baik dari cara penyajian yang tidak membosankan, memanjakan secara visual, juga dari cara penulisan yang berpihak. Khusus yang belakangan disebut, buku ini mengajarkan pembaca supaya mawas diri pada posisi politik dari suatu teks sejarah. Jauh dari pretensi moralitas universal, buku ini jelas mengambil posisi sebagai “buku yang ditulis dari perspektif gerakan rakyat pekerja (buruh dan tani)”.
Ketiga, buku ini adalah buku sejarah pertama yang diterbitkan secara kolektif. Buku ini adalah pengejawantahan semangat gotong royong dari puluhan organisasi dan individu yang mendukung gerakan kiri Indonesia. Dan jika tidak keliru, penerbit buku ini, Penerbit Ultimus, akan menerbitkan cetakan-cetakan lanjut dari buku ini dengan menyertakan update perkembangan sejarah gerakan kiri Indonesia di halaman-halaman berikutnya secara berkelanjutan. Tampaknya ini adalah buku sejarah pertama yang ditulis secara running written. Untuk dua hal itu saja mestinya buku ini diganjar penghargaan dari Museum Rekor Indonesia.
Buku ini dibagi ke dalam empat babak sejarah. Babak pertama, rentang tahun 1600 – 1900’an. Atau masa masuknya kolonialisme dan lahirnya gerakan revolusioner. Pada bagian ini dituturkan masuknya kolonialis Eropa, seiring perkembangan corak perampasan akumulasi kapital primitif dan bentuk organisasi politiknya seperti VOC. Pada bagian ini pula pembaca diantar secara visual untuk melihat pengenalan sistem cultuurstelsel, kerja paksa, dan kerja upahan sederhana ke bumi nusantara. Hingga bentuk-bentuk perlawanan lokal dari rakyat pekerja. Bagian ini mengkontekstualisasikan perkembangan kapitalisme di negeri jajahan. Bagi pembaca Das Capital bagian ini cocok dijadikan studi kasus pengorganisasian sarana produksi dan penciptaan kelas pekerja di negeri jajahan non-eropa barat.
Babak kedua, rentang 1920–1965, yakni pasang naik gerakan rakyat yang terinspirasi dari pemberontakan gerakan kiri di Rusia pada 1905 terhadap kapitalisme dan imperialisme. Meski gagal, pemberontakan Partai Buruh Sosial Demokrat di Rusia mengilhami sejumlah organisasi di Hindia Belanda untuk memberontak seperti buruh kereta api Staatspoor-Surabaya Batavia pada 1905 dan VSTP buruh kereta api Surabaya-Semarang NIS dan Semarang-Cirebon (SCS) pada 1908. Keberanian gerakan kiri menginspirasi kelahiran organisasi Boedi Oetomo pada 1908, Serikat Islam pada 1911, dan Indische Partij pada 1912. Hingga pendirian organisasi berlandaskan Marxisme pertama di Hindia Belanda, yakni Indische Sociaal Democratische Vereeniging atau ISDV (Perhimpunan Sosial Demokrat Hindia) yang jadi cikal bakal PKI (Partai Komunis Indonesia). PKI menjadi partai pertama yang menyandang nama “Indonesia” sebagai identitas nasionalnya. PKI juga menjadi partai pertama yang memimpin pemberontakan nasional pertama pada kolonial Belanda pada 1926 di Jawa dan 1927 di Sumatera. Lika-liku perjuangan kemerdekaan dipaparkan juga pada bagian ini, seperti naiknya seorang kiri nasionalis seperti Ir. Soekarno sebagai pemimpin nasional gerakan kemerdekaan. Bagian yang tak kalah penting adalah soal manuver politik yang dilakukan tendensi kanan yang dipimpin TNI Angkatan Darat dalam negeri yang puncaknya pada kudeta terhadap Soekarno dan penghancuran gerakan kiri Indonesia dan cita-cita Sosialisme Indonesia sejak 1965.
Babak ketiga, secara khusus menyajikan lanskap politik penghancuran gerakan kiri Indonesia oleh tendensi kanan yang didukung kapitalis internasional sejak 1965. Bagian ini lebih tepat dibilang sebagai babak sejarah kekalahan gerakan kiri Indonesia. Soalnya, sepanjang 182 halaman pembaca akan mendapat sajian ihwal pembantaian massal pada para pengusung cita-cita sosialisme Indonesia yang terjadi pada 1965–1966 dan konsolidasi kekuasaan tendensi kanan yang dipimpin Soeharto. Menurut penerbit, peristiwa G30S dan pembantaian massal ini disiapkan khusus dalam satu bagian karena begitu pentingnya peristiwa tersebut dalam merubah arah perjalanan bangsa Indonesia di kemudian hari. Peristiwa ini tidak lepas dari peristiwa-peristiwa sejarah yang mendahuluinya, pembaca sudah bisa menemukan benang penghubung pada bagian sebelumnya. Bagi saya sendiri pemandangan visual yang disajikan pada bagian ini terasa bergitu banal dan menohok. Adegan kekerasan direproduksi lewat citra gambar yang kelewat sadis. Para pembaca awam atau pemula mungkin akan muntah jika tidak sampai terbawa mimpi ketika melihat secara visual bagaimana kekerasan dilakukan oleh negara dan masyarakat sipil yang terhasut terhadap mereka yang menghendaki Indonesia yang lebih adil. Rasa mual yang disebabkan pemandangan visual tersebut boleh jadi ada hubungannya dengan keterputusan rujukan pada kejadian sebenarnya antara saya, mungkin pembaca pemula lainnya yang tidak mengalami peristiwa tersebut. Minimnya referensi soal kejadian sesungguhnya ihwal G30S dan pembantaian massal yang mengikutinya dan propaganda orde baru serta moralitas kelayakan estetik menjadi ilusi yang mengaburkan kenyataan sesungguhnya. Dari sudut pandang ini bisa dipahami niat penyusun buku ini untuk tanpa tedeng aling menampilkan citra visual yang begitu realis dan banal. Pencerahan yang didapatkan setelahnya jauh lebih bermanfaat ketimbang sibuk mengomentari gambar-gambar yang dianggap menghilangkan selera makan siang kita. Satu hal yang didapat dari bagian ini adalah bahwa bangsa ini berdiri di atas tumpahan darah jutaan manusia Indonesia yang punya cita-cita luhung membangun tatanan negeri yang lebih adil. Terang kiranya kenapa bangsa ini kini berlayar semakin di kanan jalan.
Babak keempat, merupakan kelanjutan dari bagian sebelumnya. Kejahatan kemanusiaan yang dilakukan sejak 1965 terus direporoduksi dalam bentuk dan skala yang lebih mikro. Mulai dari pembunuhan dan penculikan terhadap aktivis-aktivis pro-rakyat sampai pelarangan diskusi dan pemberangusan buku-buku yang dianggap tidak sesuai selera penguasa. Terakhir, warisan kekerasan yang diturunkan orde baru menampakan wajahnya saat kegiatan Belok Kiri. Fest dilarang intansi negara dan kelompok masyarakat anti-demokrasi pada 27 Februari 2016. Rupanya dalam iklim demokrasi pasca-orde baru, ideologi anti-demokrasi dan pro-kekerasan orde baru masih ada dan terus berlipat ganda. Negeri ini belum kemana-mana.
Kesan saya terhadap buku ini adalah buku sejarah yang layak bungkus! Sebabnya, Pertama, buku ini berkasil menghidupkan kembali waktu yang sudah mati dengan sudut pandang gerakan rakyat sebagai haluan. Kedua, buku ini berpijak kokoh ke bumi sambil konsisten gunakan materialisme historis sebagai pisau analisis. Lewat buku ini Marxisme dan Nasionalitas keindonesiaan berpagut tuturkan kenyataan sejarah yang riil.***

http://rumahkiri.org/history-from-below-sejarah-gerakan-kiri-indonesia-untuk-pemula/

0 komentar:

Posting Komentar