Test Footer 2

Selasa, 18 Agustus 2015

JALAN INDONESIA



Menuju Penyelesaian atas Pelanggaran HAM masa Lalu Demi Masa Depan Bangsa 
Kerangka Dasar untuk Kerja Bersama berlandaskan Konstitusi 

PENGANTAR 

___________

Dokumen ini dimaksudkan sebagai urun rembug dari masyarakat sipil dalam upaya membangun “Jalan Indonesia” menuju penyelesaian atas pelanggaran-pelanggaran berat HAM masa lalu. Gagasan yang diajukan berupa sebuah kerangka dasar bagi penyelesaian yang bersifat menyeluruh dan efektif, dan dikembangkan dengan asumsi bahwa “Jalan Indonesia” adalah jalan yang panjang yang dibangun dan digunakan oleh berbagai pihak dengan latar belakang dan posisi yang berbeda-beda.
Gagasan ini muncul dari pengalaman jatuh-bangun selama bertahun-tahun dalam mendorong pertanggungjawaban negara dan mendukung pemulihan korban.

Gagasan tentang kerangka dasar bagi “Jalan Indonesia” merupakan hasil pembelajaran oleh para korban dan penyintas yang terus berjuang untuk pemenuhan hak-haknya beserta para pekerja kemanusiaan dan pegiat HAM. Peluang untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman diciptakan bersama melalui sebuah forum yang disebut Koalisi untuk Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK). Saat ini KKPK beranggotakan 50 organisasi yang berbasis di Aceh hingga Papua dan bekerja di akar rumput, dalam ruangan-ruangan resmi para pembuat kebijakan serta di hadapan meja hijau.

Dokumen ini, yang terbit dalam rangka dirgahayu Republik Indonesia yang ke-70, dimulai dengan rujukan pada Konstitusi Indonesi, UUD Negara RI 1945, yang menyatakan niat kemerdekaan bangsa (Bagian A). Bagian ini akan diikuti dengan catatan tentang momentum politik di Indonesia saat ini (Bagian B) yang memunculkan harapan baru bagi penyelesaian yang berkeadilan atas pelanggaran-pelanggaran HAM masa lalu. Gagasan KKPK tentang kerangka dasar bagi “Jalan Indonesia” akan dipaparkan pada bagian ketiga (Bagian C) dari dokumen ini. Pada bagian terakhir (Bagian D), KKPK memberikan informasi singkat tentang langkah-langkah yang sudah berjalan dan membuahkan hasil selama ini guna mengingatkan bahwa “Jalan Indonesia” sudah dirintis sejak lama.






A.  NIAT KEMERDEKAAN
___________________

Tujuhpuluh tahun yang lalu, bangsa Indonesia menegakkan haknya atas kemerdekaan sebagai perwujudan dari nilai-nilai “peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”. Pembukaan UUD Negara RI 1945 adalah sebuah catatan sejarah tentang nilai-nilai universal yang telah memberi keyakinan pada para pendiri bangsa untuk menyatakan Indonesia sebagai bagian yang berdaulat dari komunitas dunia. Negaar bangsa Indonesia tidak hanya dibayangkan sebagai anggota pasif dalam pergaulan antar bangsa-bangsa, tetapi berperan aktif untuk “melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Nilai-nilai universal “peri-kemanusiaan dan peri-keadilan” yang dinyatakan sebagai alasan keberadaan bangsa Indonesia telah dilembagakan sebagai dasar negara, melalui Pancasila, dan kemudian dijabarkan secara lebih rinci dalam Konstitusi RI hasil amandemen pasca reformasi. Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk serta Bab XA tentang Hak Azasi Manusia menegaskan bahwa penegakan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan tersebut tidak hanya berlaku bagi bangsa-bangsa, sebagaimana semangat awal pada tahun 1945, tetapi secara tegas dijamin bagi setiap orang per orang sesuai dengan hak-hak asasinya sebagai manusia.

Langkah Pemerintah pasca reformasi untuk meratifikasi hampir semua konvensi internasional tentang hak-hak asasi manusia (kecuali Konvensi tentang Perlindungan terhadap Penghilangan Paksa) telah memperkuat infrastruktur hukum untuk menerapkan jaminan-jaminan konstitusional tentang hak-hak asasi manusia dan merupakan perwujudan nyata dari komitmen yang dinyatakan pada alinea-alinea pembuka landasan negara, UUD Negara RI 1945, untuk ikut malaksanakan ketertiban dunia.

Tahun ini, 70 tahun sejak kemerdekaan, Indonesia juga memperingati 50 tahun terjadinya peristiwa traumatik yang menggetarkan seluruh tanah air –dan manca negara- pada tahun 1955-56. Catatan-catatan sejarah oleh saksi dan peneliti menceritakan tentang pembunuhan dalam skala masif, pemenjaraan ribuan orang tanpa proses pengadilan, serta penyiksaan serta perlakuan tidak manusiawi dalam berbagai bentuknya. Tindakan-tindakan ini secara tegas dilarang dalam Konstitusi RI dan mengingkari integritas Indonesia sebagai negaar hukum. Menurut hukum HAM Internasional, tindakan-tindakan tersebut masuk dalam kategori “pelanggaran berat” dan bisa ditetapkan secara hukum sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan”. Hasil investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tentang Peristiwa 1965-66, yang rampung pada tahun 2012, belum ditindaklanjuti proses hukumnya oleh Kejaksaan Agung RI hingga kini.

Tanpa ada penyikapan yang tegas dari Negara dalam kerangka pertanggungjawaban atas terjadinya pelanggaran-pelanggaran berat HAM dalam peristiwa 1965-66, para korban dari peristiwa ini terus dihantui oleh stigma dan diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan. Nilai “peri-kemanusiaan dan peri-keadilan” yang merupakan nilai dasar kebangsaan Indonesia telah luput dari gapaian mereka selama 50 tahun, kendati kemerdekaan RI sudah berusia 70 tahun.

Tidak adanya sanksi hukum terhadap pelaku-pelaku pelanggaran berat HAM 50 tahun yang lalu telah membukakan pintu sebesar-besarnya bagi munculnya siklus impunitas atas pelanggaran-pelanggaran selanjutnya dalam sistem kekuasaan rejim Orde Baru yang berlangsung selama 32 tahun. Prinsip “peri-kemanusiaan dan peri-keadilan” yang berlaku sama bagi semua orang, dan yang merupakan esensi dari nilai kemerdekaan RI, hingga kini, belum juga terpenuhi bagi para korban kasus-kasus pelanggaran berat HAM lainnya yang terjadi dalam berbagai konteks di seluruh penjuru Nusantara.

Sesungguhnya, 15 tahun yang lalu, pada tanggal 18 Agustus 2000, Majelis Permusyawaratan RI (MPR-RI) telah menyatakan kebulatan tekad bangsa untuk menghadapi dan menangani secara lugas berbagai pelanggaran HAM yang telah terjadi dalam perjalanan bangsa.
Ketetapan Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional memberikan pengakuan yang lugas bahwa “perjalanan bangsa Indonesia telah mengalami berbagai konflik, baik konflik vertikal maupun horizontal sebagai akibat dari ketidakadilan, pelanggaran hak asasi manusia, lemahnya penegakan hukum, serta praktek korupsi, kolusi dan nepotisme” (lihat Menimbang poin c, penekanan ditambahkan). Dokumen kebijakan nasional ini selanjutnya menegaskan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaan sebagai berikut:

Arah kebijakan untuk mengadakan rekonsiliasi dalam usaha memantapkan persatuan dan kesatuan nasional ...menegakkan supremasi hukum dan menyelesaikan berbagai kasus korupsi, kolusi dan nepotisme serta pelanggaran hak asasi manusia (Bab IV, poin 4)

Menugaskan kepada pemerintah untuk ...menegakkan kebenaran dengan mengungkapan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia pada masa lampau... dan melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa (Bab V, poin 3)

UUD Negara RI 1945 hasil amandemen pasca reformasi membukakan jalan bagi adanya langkah-langkah khusus untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dalam kerangka nilai-nilai “peri-kemanusiaan dan peri-keadilan” bagi para korban, yaitu atas dasar Pasal 28 H Ayat 2 yang berbunyi:

Setiap orang berhakmendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manffat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.  

UUD Negara RI 1945, sebagai Konstitusi Indonesia, merupakan landasan hukum negara yang mendasari bangunan peraturan perundangan nasional yang dibuat melalui proses politik. Di luar itu, Konstitusi RI juga merupakan perwujudan dari kontrak sosial antar warga bangsa tentang nilai-nilai dan aturan main yang dijunjung bersama dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap warga, dimana pun ia berada, dalam jajaran pemerintahan maupun di lingkungan masyarakat, di pucuk kekuasaan nasional maupun di akar rumput, punya peran dan tanggungjawab untuk menjalankan nilai-nilai dan aturan main sebagai amanat konstitusi.     

____
 Disusun oleh: Koalisi untuk Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran [KKPK]
18 Agustus 2015     


0 komentar:

Posting Komentar