Posted by: Pembebasan Nasional
Ternyata kritik atas munculnya buku ’33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh Di Indonesia’ yang didanai oleh Denny JA, pendiri Lingkaran Survey Indonesia (LSI), masih bergulir hingga lanjut ke meja hijau. Atas perkara tersebut, para seniman mengatakan bahwa ini membahayakan dunia sastra, terutama kritik sastra. Kenapa kritik sastra harus berakhir di ranah hukum, harusnya diselesaikan oleh pengadilan sastra.
Tadi siang sekitar pukul 14:00 WIB, sastrawan eksentrik rambut gimbal Saut Situmorang hadir dalam persidangan beserta tim kuasa hukumnya.
‘Persidangan kali ini agendanya adalah pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum. Jaksa menggunakan 3 pasal dalam UU ITE untuk menjerat Saut Situmorang atas laporan pencemaran nama baik‘, ungkap Asri Vidya, S.H, selaku koordinator tim hukum. ‘Dalam arena persidangan, kami juga sudah menyiapkan apa-apa saja yang diperlukan guna mengeksepsi dakwaan JPU pada sidang Kamis depan. Karena di dalam dakwaan, jaksa tidak melihat konten sebelumnya, hanya diambil sepotong-sepotong‘, imbuh Asri.
Senada dengan Asri, tim hukum lainnya, Faisal Abdul Azis, S.H mengungkapkan di hadapan media: ‘Ini adalah persoalan ideologis, maka kami akan terus melakukan upaya hukum‘.
Kemudian, sahut Ivan Chandra, S.H kepada pewarta menyerukan sebuah persatuan, ‘agar ada persatuan solidaritas untuk menyelamatkan dunia kritik sastra, juga untuk Saut.’
Sementara, di depan ruang sidang 6, Pengadilan Negeri Jakarta Timur sebelum persidangan berjalan, puluhan aktivis sastra, seniman, rekan sejawat sastrawan rambut gimbal itu memenuhi area ruang sidang. Bahkan hadir juga aktivis buruh kontrak, Mujiyo, turut bersolidaritas.
Mereka menyanyikan sebuah lagu pergerakan sambil mengacungkan kepal tangan kiri ke atas. Lalu serempak bernyanyi lagu Darah Juang.
Seusai persidangan, ruang sidang yang dipenuhi rekan-rekan Saut memekikkan ‘Hidup Saut! Hidup Saut!‘. Dan sidang dilanjutkan Kamis depan. (bp)
http://pembebasan.org/sidang-perdana-sastrawan-saut-situmorang.html
0 komentar:
Posting Komentar