KPA/Jakarta- Jum’at (18/9) di sela agenda briefing terakhir persiapan Hari Tani Nasional 2015 (HTN 2015), di Seknas KPA hadir kawan-kawan Martin Aleida, Bonnie Setiawan, Sri Ayuningsih, Riza Muharam dari International People’s Tribunal on 1965 Crimes Against Humanity in Indonesia. Kunjungan ini selain untuk bersilaturahmi dengan organisasi gerakan sipil lainya juga untuk mensosialisasikan upaya dan langkah kedepan dari International People’s Tribunal 1965 terkait dengan upaya untuk mendorong terselenggaranya Pengadilan Rakyat Internasional mengenai Genosida dan Kejahatan Kemanusiaan 1965-2015 di Indonesia.
Seperti dikutip dari kerangka acuan Pengadilan Rakyat Internasional mengenai Genosida dan Kejahatan Kemanusiaan 1965-2015 di Indonesia bahwa meskipun sudah banyak bukti bermunculan terkait genosida dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan pada tahun 1965 dan setelahnya, namun pemerintah gagal mengadili para pelaku kejahatan tersebut. Negara Indonesia harusnya bertanggung jawab karena tindak-tindak kejahatan yang telah dilakukanya maupun kegagalan-kegagalanya selama 50 tahun terakhir dalam menyelidiki tingkat maupun sifat kejahatan ini. Ditambah lagi, Presiden Jokowi sejak selama masa kampanyenya berjanji untuk menangani pelanggaran HAM masa lalu termasuk yang terkait dengan 1965.
Namun persoalan ini kemudian dikesampingkan dari daftar prioritas. Jaksa Agung yang baru, HM Prasetyo, menyatakan bahwa “solusi permanen” harus dicari untuk pelanggaran HAM masa lalu termasuk “tragedi 1965″. Solusi ini akan dicari dalam upaya rekonsiliasi. Pemerintah mengabaikan fase pencarian kebenaran, padahal tanpa fase tersebut upaya rekonsiliasi tak banyak bermakna. Tekanan kuat dari masyarakat sipil telah mengubah pendirian pemerintah dengan mengubah nama Komite yang didirikan menjadi Komite Pengungkapan Kebenaran dan Rekonsiliasi. Namun demikian masih dibutuhkan untuk menstimulasi proses pencarian kebenaran, mengakhiri impunitas yang selama ini dinikmati para pelaku. Hanya dengan itu rekonsiliasi atas kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan itu dapat dipulihkan; martabat para korban dan keluarganya dapat dipulihkan, dan upaya-upaya lain untuk memperbaiki memori historis yang adil dapat dilakukan. Hal ini akan dapat memperkuat hukum di Indonesia dan membantu memastikan bahwa kekejaman-kekejaman serupa tidak akan terulang. (Jwo)
0 komentar:
Posting Komentar