Kamis, 4 Juni 2015 | 06:17 WIB
SEMARANG, KOMPAS.com – Butuh waktu sekitar delapan bulan bagi aktivis hak asasi manusia Kota Semarang melakukan sosialisasi mengenai penemuan kuburan massal korban kekerasan Tragedi 1965. Setelah perjuangan itu, makam para korban akhirnya bisa dikenalkan secara lebih santun ke masyarakat.
Koordinator Perkumpulan Masyarakat Semarang untuk Hak Asasi Manusia, Yunantyo Adi S mengatakan, perjalanan untuk menggali data para korban yang terkubur dalam dua liang lahat sejak Oktober 2014 lalu. Setelah menemukan makam, para aktivis lantas mencoba jalur resmi berupa perizinan.
Pada Senin (1/6/2015) lalu, tepat di hari Pancasila, liang lahat mereka diberi nisan. Sebagian korban yang telah diketahui identitasnya diberi nama. Sebagian lain diberi nama “lain-lain.”
“Kira-kira 7,5 bulan prosesnya. Semua izin dicoba secara terbuka, daripada jalan diam-diam. Sembari itu, kami laporkan temuan ini ke ke Komnas Hak Asasi Manusia pada Otober 2014 lalu,” ujar Yunantyo, Rabu (3/6/2015).
Dia berujar bahwa perjuangan menemukan itu adalah misi kemanusiaan, sejarah dan kebudayaan. Para aktivis juga tidak melihat siapa mereka yang menjadi korban. Mereka sepakat tidak dapat membenarkan adanya orang yang dieksekusi di luar putusan pengadilan, tanpa tahu kesalahannya.
Sebelum penemuan, makam tersebut sudah dikeramatkan warga sekitar dukuh Plumbon, Keluarahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang. Warga, sambung Yunantyo, tidak berpikir untuk pemberian nisan, maupun doa bersama.
“Kami ingin sekali agar momentum ini bisa jadi ajang perdamaian sejarah atas luka di masa lalu. Jumat-Minggu kami bersama warga kerja bakti. Sambutan masyarakat sangat baik,” ujarnya.
Karena makam berada di hutan produksi milik Perhutani, pihaknya tidak bisa membangun begitu saja. Tak lama setelah melapor ke Komnas HAM, ia juga menyurati Perhutani untuk minta izin pemasangan nisan. Tindakan baik itu ternyata direstui Perhutani dengan mengeluarkan surat pada tanggal 30 April 2015 lalu. Para aktivis HAM juga diizinkan untuk memasang paving di lokasi sekitar makam seluas 5 x 10 meter.
“Ini bisa ajang rekonsiliasi. Jika dulu keluarga datang diam-diam, sekarang mereka tidak perlu takut berziarah. Ini jadi pelajaran sejarah, agar peristiwa tak terulang. Kami ingin agar generasi sekarang bisa menyelesaikan persoalan secara baik, secara adat Jawa,” ujar Yunantyo.
Sebelum ditemukan, makam kerap didatangi warga untuk hal mistis. Banyak warga yang meminta nomor “togel” di makam tersebut. Agar hal tersebut hilang, pihaknya sepakat mengusulkan agar ada penghormatan kepada para korban yang telah terkubur tersebut.
“Makam ini sudah muncul dalam diskusi kampus-kampus. Kami pikir diskusi saja tidak cukup, kalau tidak ada aksi. Makanya, kami ingn agar nantinya jenazah bisa dimakamkan ulang. Biarlah orang yang dibunuh ini punya hak mati, bisa diperlakukan dengan baik,” tutur pria yang kerap disapa Yas ini.
http://regional.kompas.com/read/2015/06/04/06170061/Kisah.Aktivis.HAM.Umumkan.Temuan.Kuburan.Massal.Korban.1965.ke.Masyarakat?utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&
0 komentar:
Posting Komentar