Buku Di Bawah Tiga Bendera karya Benedict Anderson yang akan diluncurkan.
MALANG, KOMPAS.com - Pemikir dan peneliti Indonesia, Benedict Richard O'Gorman Anderson atau Benedict Anderson meninggal dunia dalam usia 79 tahun di Batu, Malang, Jawa Timur, Sabtu (12/12. 2015) pukul 11.30 WIB.
Kabar meninggalnya Anderson diperoleh dari akun Twitter dan Facebook resmi penerbit Marjin Kiri yang akan meluncurkan buku Anderson di Indonesia berjudul "Di Bawah Tiga Bendera".
Kabar meninggalnya Anderson diperoleh dari akun Twitter dan Facebook resmi penerbit Marjin Kiri yang akan meluncurkan buku Anderson di Indonesia berjudul "Di Bawah Tiga Bendera".
Kedatangan Benedict Anderson ke Indonesia dalam rangka menghadiri peluncuran buku tersebut.
Pada Kamis (10/12/2015) lalu, Anderson juga baru memberi kuliah umum di Universitas Indonesia tentang "Anarkisme dan Sosialisme".
Dalam akun Facebooknya, penerbit Marjin Kiri, mengatakan bahwa Anderson meninggal dunia (Sabtu) dini hari tadi di sebuah hotel di daerah Batu, Malang, saat beristirahat sehabis berjalan-jalan
Anak angkat Ben Anderson, Wahyu Yudistira mengatakan, Anderson tak memiliki penyakit khusus saat meninggal.
"Usianya sudah lanjut, capek saja, kelelahan," kata Wahyu.
Menurut Wahyu, Anderson berada di Jawa Timur untuk berjalan-jalan, bernostalgia di tempat-tempat yang pernah dia kunjungi sebelumnya, seperti Museum Mpu Tantular di Sidoarjo atau Candi Belahan di Mojokerto.
Minggu (13/12/2015) pagi, jenazah Anderson dibawa ke Surabaya dari Malang untuk disemayamkan. Dan, sesuai permintaannya, Anderson ingin jasadnya dikremasi dan abunya disebarkan di Laut Jawa.
"Keluarga sudah diberitahu. (Mereka) Diusahakan secepatnya ke Indonesia. Saya dan keluarga kami sedang mengurus keperluan untuk kremasi," kata Wahyu.
Semasa hidupnya, Anderson adalah pengkaji Asia Tenggara paling terkemuka di dunia. Bukunya, "Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism" dianggap sebuah karya klasik dalam ilmu sosial dan ilmu politik.
Karya-karya Anderson lainnya termasuk Java in a Time of Revolution, Debating World Literature, dan Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia.
Pria kelahiran Kunming, China itu pernah dicekal pada masa Orde Baru, dan dia baru boleh kembali ke mengunjungi Indonesia pada 1999.
Editor | : Ervan Hardoko |
Sumber | : BBC Indonesia |
0 komentar:
Posting Komentar