[Rahung Nasution]
Kronologi Pembubaran Acara Hari Kebebasan Pers Internasional di AJI Yogyakarta
Acara World Press Freedom Day 2016 dan Pemutaran Film "Pulau Buru Tanah Air Beta" di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta dibubarkan oleh polisi dan massa FKPPI DIY. Acara digelar pada Selasa malam, 3 Mei 2016. Acara itu dihadiri oleh seratusan jurnalis dan aktivis gerakan masyarakat sipil dan budayawan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berikut kronologi kejadian terkait acara tersebut :
I. Selasa pukul 08.00 s.d. 09.00 WIB, AJI Yogyakarta mengirimkan surat undangan resmi kepada Kapolda DIY Brigjend Polisi Prasta Wahyu Hidayat dan Kapolresta Yogyakarta, Prihartono Eling Lelakon, agar datang di acara World Press Freedom Day.
II. Sekitar pukul 14.00 WIB, ada sejumlah Polisi Intel dari Polsek Umbulharjo untuk menanyakan acara yang akan digelar AJI Yogyakarta. Saat itu, ada salah satu panitia acara, yang kebetulan melakukan liputan, bertemu dengan Kapolresta Yogyakarta, Prihartono Eling Lelakon dan Kepala Bidang Humas Polda DIY, AKBP Anny Pudjiastuti. Dia menjelaskan sudah mengantarkan undangan dan mengundang Kapolresta Yogyakarta dan Kapolda DIY. Prihartono bilang, yang akan datang ke acara itu ialah Kasat Intelkam Polresta Yogyakarta, Kompol Wahyu Dwi Nugroho. Adapun Anny menyatakan belum tahu yang akan hadir mewakili Polda DIY.
III. Sekitar pukul 17.10 WIB, panitia mulai mempersiapkan perlengkapan acara. Saat itulah, ada sekitar tujuh polisi berpakaian preman dari Polsek Umbulharjo dan Polresta Yogyakarta serta anggota Koramil Umbulharjo mendatangi lokasi acara di Kantor AJI Yogyakarta. Rombongan itu dipimpin Kasatintelkam Polresta Yogyakarta, Kompol Wahyu Dwi Nugroho.
Mereka menanyakan izin kegiatan yang digelar AJI Yogyakarta. Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria dan Anggota Majelis Etik AJI Yogyakarta, Bambang Muryanto, menemui mereka. Anang menyatakan ke mereka, acara ini rutin tahunan dan Panitia sudah mengirimkan undangan kepada Kapolda DIY dan Kapolresta Yogyakarta. AJI Yogyakarta menganggap undangan itu cukup sebagai pemberitahuan. Akan tetapi, rombongan polisi mengatakan undangan beda dengan pemberitahuan.
III. Negosiasi antara panitia acara dari AJI Yogyakarta dengan sekitar tujuh polisi berlangsung alot. Negosiasi berlangsung sampai pukul 18.48 WIB. Panitia acara dari AJI Yogyakarta terus berupaya meyakinkan rombongan polisi bahwa film "Pulau Buru Tanah Air Beta" adalah film dokumenter dan merupakan produk jurnalistik. Akan tetapi, Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam Polresta Yogyakarta) mengatakan ada sejumlah kelompok yang tidak setuju dengan pemutaran film tersebut di AJI Yogyakarta. Dia minta film itu tidak diputar dan diganti dengan film lainnya.
Pihak AJI Yogyakarta menolak permintaan itu. Alasannya, kalau film itu tidak diputar, esensi acara peringatan World Press Freedom Day hilang sebab pelarangan itu mengingkari prinsip dasar kebebasan pers.
Selain polisi Polresta Yogyakarta, komandan Koramil Umbulharjo dan Kapolsek Umbulharjo terus meminta agar acara pemutaran film di AJI Yogyakarta dibatalkan. Padahal AJI Yogyakarta dan kawan-kawan jaringan sudah menjelaskan materi film yang akan di putar bahkan mengajak Polri, Ormas untuk ikut menonton bersama.
Sebagai catatan, di sela negosiasi, salah satu anggota AJI Yogyakarta memergoki Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam Polresta Yogyakarta) ditelpon orang berseragam FKPPI. Ini terlihat dari nama panggilan masuk di layar telepon genggam milik Kompol Wahyu Dwi Nugroho.
IV. Negosiasi berhenti pada pukul 18.48 WIB karena rombongan dari Polresta Yogyakarta berkoordinasi via telpon dengan Polda DIY.
V. Acara dibuka pada pukul 18.50 WIB. Acara dimulai dengan pidato pembukaan yang disampaikan oleh Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria. Anang sekaligus membacakan laporan kebebasan Pers di DIY Tahun 2016. Saat itu, Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam Polresta Yogyakarta) sekali lagi minta kepada salah satu panitia untuk menghentikan acara.
VII. Pada pukul 19.04 WIB, seseorang yang mengaku Camat Umbulharjo mendatangi lokasi acara dan meminta acara dibubarkan. Saat itu pihak perwakilan Polresta Yogyakarta masih berkoordinasi via telpon dengan Polda DIY.
VIII. Pada pukul 19.09 WIB acara pembukaan dilanjutkan dengan pentas musik dari grup band Agoni.
IX. Pada pukul 19.28 WIB, rombongan yang dipimpin oleh Kepala Bagian Operasional Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi, datang ke lokasi acara. Dia dengan tiba-tiba memasuki lokasi acara dan mencari-cari penanggung jawab acara. Tanpa meminta izin dengan sopan, dia tiba-tiba masuk ke dalam Kantor AJI Yogyakarta. Saat ditemui panitia acara, Sigit lalu dengan emosional menyatakan acara harus dibubarkan. "Kapolda DIY memerintahkan kegiatan ini harus dibubarkan," kata dia dengan suara keras. Sigit, sebelumnya, di tahun 2014 lalu, juga pernah melarang AJI Yogyakarta memutar film Senyap.
Negosiasi antara Panitia Acara dari AJI Yogyakarta dengan Sigit berlangsung emosional. Saat itu, para aktivis LBH Yogyakarta dan aktivis gerakan masyarakat sipil lainnya mempertanyakan sikap kasar Sigit. Di tengah perdebatan keras itu, Sigit pergi meninggalkan ruangan. Pada pukul 19.46 WIB, sebagai bentuk solidaritas, seratusan hadirin berdiri dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
X. Pada pukul 19.52 WIB, sekitar 20-an massa yang sebagian memakai seragam FKPPI (Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra-putri TNI Polri) mendatangi lokasi acara. Mereka ditemani oleh pendiri Front Anti Komunis Indonesia (FAKI), Burhanudin.
Massa yang datang itu mengatasnamakan Ormas FKPPI DIY. Sejak kedatangan massa ini, situasi mulai ricuh karena mereka meneriaki peserta acara agar membubarkan diri. Seperti, "Kalau tidak bisa dibina, diratakan wae." atau "Ngeyel difisik.", "Bubarkan propaganda komunis!" dan lain sebagainya. Selain itu, Edo selaku Pendamping Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta yang ada di lokasi dikatakan, “iki wong mana?” atau “Ini orang mana” oleh pihak ormas yang berada di belakang Kompol SIgit. Edo menimpali bahwa hal tersebut merupakan “rasisme”.
XI. Pada pukul 20.11 WIB, satu truk polisi mendekat ke lokasi acara.
Solidaritas kawan-kawan bertahan dan tidak tunduk pada intimidasi yg dilakukan polisi dan ormas.
XII. Pada pukul 20.14 WIB, Kepala Bagian Operasional Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi mengatakan, "Kawan-kawan tamu yang diundang, silakan pergi meninggalkan tempat. Saya tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi setelah ini."Setelah massa itu datang, Sigit menggunakan momentum itu untuk meminta dengan intimidatif kepada panitia agar acara dibubarkan. "Kalau rekan-rekan mencintai Yogyakarta tolong hentikan, saya tidak mau ada konflik fisik. Tidak ada faktor X, saya hanya ingin kondusif. Mari kita angkat city of tolerance. Kami sarankan kegiatan untuk dihentikan," kata Sigit kepada hadirin.
Sigit juga menyatakan kegiatan di AJI Yogyakarta mengganggu ketentraman warga. "Kegiatan ini harus dibubarkan," kata dia. Seruan Sigit diprotes hadirin. Protes itu dibalas oleh massa FKPPI DIY dengan makian kata-kata kotor. Di tengah kericuhan itu, Ketua RT Pakel Baru (tempat kantor AJI Yogyakarta berada) dan Lurah Sorosutan menengahi perdebatan. Ketua RT bilang, kegiatan di AJI Yogyakarta harus dihentikan. Alasannya, meski dimintai izin, dia tidak menerima penjelasan soal materi film. Salah satu polisi juga sempat menyerahkan surat pernyataan Ketua RW VIII Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Surat itu meminta acara dibubarkan dan tidak berizin serta bisa memunculkan konflik.
XII. Karena perdebatan mengarah ke situasi yang semakin emosional, Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria, minta agar pihak kepolisian yang secara resmi membubarkan acara. "Tapi, harus dengan surat resmi!" kata Anang. Kabag Operasional Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi, kemudian membubarkan acara secara lisan. Dia menyatakan meminta kegiatan di AJI Yogyakarta dihentikan karena berpotensi menimbulkan konflik. "Saya tidak mau ada konflik fisik," kata dia.
Di tengah negosiasi itu, panitia acara ditelpon anggota Dewan Pers, Nezar Patria. Telpon itu lalu diberikan kepada Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam Polresta Yogyakarta). Nezar menyatakan kepada polisi itu bahwa pelarangan acara di AJI Yogyakarta tidak perlu dilakukan. Nezar minta acara tetap dijalankan.
Kompol Sigit Haryadi kemudian meminta Ketua RW membuat surat keberatan warga atas acara WPFD 2016 yang diselenggarakan AJI Yogyakarta yang isinya acara AJI Yogyakarta membuat warga cemas dan mengganggu ketertiban masyarakat. Atas permintaan itu, ketua RW akhirnya membuat surat pernyataan keberatan dengan tanda tangan dan stempel RW.
XIII. Pada pukul 20.30 WIB, panitia secara resmi menutup acara. Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria, menutup acara tersebut dengan menyatakan, "Kita telah melawan ketakutan. Hasil hari ini bukan kekalahan. Karena ketakutan hanya akan memperpanjang perbudakan."
Ada beberapa alasan yang membuat AJI Yogyakarta menghentikan perayaan Hari Pers Internasional di Yogyakarta:
1. Atas kehendak Ormas FKKPI dan FAKI polisi akhirnya memprovokasi warga untuk membenturkannya dengan peserta peringatan hari pers internasional.
2. Selain itu, karena pihak kepolisian tidak mau mengamankan peringatan hari pers internasional di AJI Yogyakarta.
Acara diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan lagu Darah Juang.
Setelah acara ditutup, solidaritas kawan-kawan masyarakat sipil, mahasiswa, pekerja seni dan budayawan masih dilakukan di AJI Jogja. Beberapa anggota Ormas FKPPI meninggalkan lokasi, namun beberapa anggota ormas masih berada di sekitaran Wisma Melati dan jalan Pakel Baru. Kawan-kawan pulang di kawal polisi (Brimob) bersenjata lengkap.
Yogyakarta, 3 Mei 2016
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta
Narahubung:
Anang Zakaria (081353297464)
Tommy Apriando (085228882548)
0 komentar:
Posting Komentar