Test Footer 2

Senin, 02 November 2015

Wedakarna: Dalang Gestok adalah Soeharto dan TNI

 

Wedakarna disambut Bendesa Batuagung, Kelihan Dinas dan Kelihan Adat Masean.
Pembantaian tahun 1965 tidak hanya terjadi di Masean tetapi juga di seluruh Bali. Ada sekitar 100.000 orang Bali dibunuh tanpa pengadilan saat itu. Ada anggota PKI, ada yang cuma dituduh anggota PKI atau organisasi underbow PKI. Hingga kini sebagian dari korban gestok di Bali itu belum diupacarai dengan patut. Hal itulah yang menyebabkan Bali, hari ini mengalami banyak masalah sekala-niskala. Demikian ujar Arya Wedakarna, dalam pidatonya dihadapan warga Banjar Masean, Desa Batuagung, Jembrana, Minggu(1/11) kemarin.
Anggota DPD Bali 2014-2019 ini hadir ke Masean memenuhi undangan panitia pembongkaran dan pengabenan massal korban gestok. Panitia yang terdiri dari masyarakat Banjar Adat Masean dan Desa Adat Batuagung ini menyiapkan upacara penyambutan resmi disela-sela upacara pecaruan. Upacara pembersihan yang digelar tiga hari setelah pembongkaran dan pengabenan.
Setelah semua rangkaian upacara ini digelar, Wedakarna yakin kehidupan di Masean dan Batuagung pada umumnya akan menjadi lebih baik, baik kehidupan sosial maupun ekonominya. Dia mengingatkan juga agar setelah ini kerukunan harus semakin dijaga, jangan sampai ada saling menyalahkan dan curiga-mencurigai terkait peristiwa ’65. Saat itu orang Bali diadu domba. “Leluhur-leluhur kita itu belum tentu bersalah. Anda tahu dalang G30S siapa? Dalangnya adalah Soeharto dan TNI. Pangkostrad saat itu tidak mau TNI tangannya berdarah maka dibuat rakyat jadi saling bunuh.” ujar Wedakarna dengan pidatonya yang sangat bersemangat.
Bagi Wedakarna, segala upacara yang digelar di Masean adalah bentuk usaha membayar hutang leluhur. Wedakarna kagum atas keberanian generasi muda warga Masean. Membongkar dan mengupacarai leluhur yang menjadi korban gestok adalah sebuah keberanian membuka sejarah kelam Bali. Harus diakui bahwa Bali memiliki beberapa sejarah kelam, termasuk peristiwa ’65 ini, tambahnya. Wedakarna berjanji akan terus memperjuangkan agar peristiwa ’65 bisa diangkat ke permukaan. Bahkan, terkait pembreidelan panel diskusi ’65 dalam agenda Ubud Writers and Readers Festival, dia mengaku telah bertemu dengan Kapolda Bali agar mengijinkan acara itu digelar.

Sebagai penutup pidatonya, Wedakarna sangat berterima kasih kepada pihak kepolisian dan TNI yang telah membantu pengamanan proses upacara di Masean ini. Kepada warga Masean, Wedakarna berpesan agar rangkaian upacara ini didokumentasikan dengan baik, bila perlu dibuatkan buku, Wedakarna siap membantu dana dan akan disebarkan ke seluruh perpustakaan yang ada di Bali. Sebuah prasasti marmer juga perlu dibuat dan diresmikan oleh Ida Pedanda. Dalam kesempatan itu juga Wedakarna menyerahkan dana punia sebesar tiga juta rupiah yang diterima oleh Bendesa, Kelihan Dinas dan Kelihan Adat.(dap)

0 komentar:

Posting Komentar