Test Footer 2

Kamis, 12 November 2015

Martin Aleida: Perempuanlah yang Akan Kembalikan Harga Diri dan Martabat Bangsa yang Telah Rusak oleh Rezim Militer

by Stefanus Hamonangan in BERITA

Salah satu korban pelanggaran HAM di tahun 1965, Martin Aleida, melalui situs jejaring sosial pribadinya kembali memberikan perkembangan dari persidangan International People’s Tribunal di Den Haag. Kamis (12/11),  tokoh Lekra yang juga wartawan senior ini mengungkapkan keyakinannya di persidangan pengadilan rakyat internasional tersebut bahwa harga diri bangsa Indonesia akan kembali pulih melalui kesaksian para perempuan yang juga menjadi korban rezim Orde Baru. Dia juga menyatakan, ada secercah harapan, yakni keadilan bagi para korban atas fitnah yang digembar-gemborkan sekian lama atas tokoh-tokoh perempuan yang tergabung dalam Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).

Berikut tulisan lengkap yang dikutip utuh dari laman facebook pribadinya:
Semakin kuat keyakinanku perempuanlah yang akan mengembalikan harga diri dan martabat bangsaku yang telah dirusak berpuluh tahun oleh sebuah rezim militeristis. Lebih 30 tahun yang lalu kaum ibuku dipermalukan tiada tara oleh fitnah yang dilancarkan mulut yang berbau amis ketika perempuan Gerwani menari-nari, mencabik-cabik kemaluan jenderal sebelum tubuh mereka dimasukkan ke dalam Lubang Buaya.

Ruangan sidang hening selama hampir setengah jam, daun-daun musim rontok terdiam di luar jendela kaca seperti merunduk menahan airmata mendengarkan kesaksian oleh seorang ibu dari Jawa Tengah yang bersaksi dari belakang tirai. 

Mula-mula kata-katanya muncul dari kemauan hati yang tegar. Perlahan, jelas. Kekejaman yang dia alami tak lama setalah G30S dia kemukakan dalam tatabahasa dan intonasi yang terjaga.

Hadirin dibuatnya terpaku kala dia ceritakan dengan runtun bagaimana dia ditangkap, disiksa anggota angkatan darat untuk memaksa dia mengakui perbuatan politik yang tak pernah dia bayangkan. Dia dituduh melakukan gerilya politik.

Tak mengaku, dia ditelanjangi, rambut dan (maaf) bulu kemaluannya dibakar. Tak juga mengaku dia dikonfrontasikan dengan seorang lelaki yang tak dia kenal. Mereka berdua diborgol dalam keadaan telanjang bulat.

Tak puas, iblis yang merajai hati si interogator membantingnya ke lantai. Telanjang bulat tangannya dipegangi tangan-tangan yang bengis. Pandangannya gelap tak tahu kekejian apa yang telah ditimpakan pada tubuhnya. Begitu sadar dia menemukan dirinya terkurung dalam penjara.

Kawan, kau boleh mengatakan aku laki-laki cengeng. Titik airmataku. Di kursi aku bergelut memadamkan emosi, tetapi tetap saja ada cairan hangat menyumbat hidungku. Para hakim, prosekutor (kulihat Todung Mulya Lubis nanap menatap langit-langit menahan tangis), registrar, hadirin, kursi, dan daun-daun mengatupkan mulut menahan emosi. Lampu-lampu antik menjulur diam dari langit-langit. Daun-daun di balik kaca pucat pasi dan menangis.

Prosekutor memecahkan suasana yang menekan itu, bertanya siapa yang menginterogasinya. 
“Bolehkah saya sebutkan namanya?” tanyanya berat. 
“Boleh.” Kedua kali ibu kita yang berhati mulia itu kembali mengulangi pertanyaannya. 

Dijawab “boleh.”

Dengan suara yang bulat, nada sedikit meninggi dia sebutkan sebuah nama. Kawan, aku tak sampai hati menuliskan nama itu. Aku ingat pada anak istrinya. Dia seorang dosen di Universitas Gadjah Mada. Seketika terdengar kaki-kaki yang menggeser di lantai. Persidangan itu luluh dalam kesedihan.

Sebuah ratapan terhadap penghancuran peradaban yang telah dilakukan oleh sebuah rezim fasis. Kawan, aku juga bersaksi mengenai pengalamanku sebelum dan sesudah bencana September 1965. Aku tutup dengan ucapan terima kasih kepada Todung Mulia Lubis dan timnya yang telah mengulurkan tangan kepadaku: korban.

“Yang mulia majelis hakim besar harapan saya para hakim yang berhati emas, berani, dan bijaksana berkenan mengambil keputusan yang paling tidak membawa secercah cahaya kalau bukan matahari bagi pembangunan kembali peradaban bangsaku yang sudah dirusak selama puluhan tahun.
” Begitu aku menyudahi kesaksian. Salam, kuatkan hatimu, jabat kuat-kuat, kawan.

http://citizendaily.net/martin-aleida-perempuanlah-yang-akan-kembalikan-harga-diri-dan-martabat-bangsa-yang-telah-rusak-oleh-rezim-militer/

0 komentar:

Posting Komentar