Gatra.com | 14 May 2019
21:13
Sekjen Konsorsium Pembaruan
Agraria (KPA), Dewi Kartika dalam diskusi Penyelesaian Konflik Pertanahan Dalam
Perspektif HAM di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (14/5). (GATRA/Mahmuda
Attar/far)
Jakarta, Gatra.com - Ketimpangan kepemilikan lahan
antara rakyat dan pemerintah dianggap menjadi pemicu konflik agraria di Tanah
Air.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA),
Dewi Kartika mengatakan, ketimpangan struktur agraria menjadi penyebab
timbulnya konflik ekologis. Sehingga, permasalahan ini menyebabkan konversi
dari pertanian menjadi non-pertanian.
"Hilangnya kepemilikan lahan milik rakyat
menimbulkan masalah hilangnya generasi petani dari tahun ke tahun. Ketiadaan
akses ini, otomatis menimbulkan kemiskinan di pedesaan sehingga mendorong
rakyat desa melakukan urbanisasi besar-besaran ke kota, yang juga tidak
menjamin kehidupan mereka di kota," ujarnya dalam diskusi Penyelesaian
Konflik Pertanahan Dalam Perspektif HAM di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa
(14/5).
Menurutnya, dari 68% aset kekayaan nasional, penduduk
hanya menguasai 1%-nya saja, utamanya di Indonesia. Sehingga menyebabkan
ketimpangan dan menunjukkan ketidakadilan negara.
"Berdasarkan data KPA, ada 410 konflik agraria dalam
1 tahun, yang tertinggi adalah dari sektor perkebunan. Pada 2018 ada sekitar
73% kasus yang 60%-nya terjadi di komoditas kelapa sawit. Jika diakumulasi maka
selama 4 tahun dari 2015-2018 ada 1.769 letusan konflik agraria,"
jelasnya.
Menurut Dewi, dari sisi luasan pada 2018 ada sekitar
807.177.613 hektar dalam status konflik agraria. Konflik terbesar pertama dari
sektor perkebunan 591.640.32 hektare dan kehutanan 65.669.52 hektare.
"Meningkatnya konflik ini tidak diimbangi dengan
penyelesaian konflik. Kekerasan juga masih dilakukan oleh aparat yang dibayar
oleh perusahaan untuk mengatasi konflik ini," terangnya.
Menanggapi hal ini, pihaknya telah mengusulkan kepada
pemerintah untuk menyelesaikan sekitar 461 konflik agar segera diselesaikan
dengan HGU BUMN & Swasta.
Reporter: Mahmuda Attar
Hussein
Editor: Arif Prasetyo
Editor: Arif Prasetyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar